Pages

Thursday, July 09, 2015

Karya Sosial Untuk Kaum Miskin

Ada beragam bentuk karya sosial yang dilakukan Gereja, antara lain: pemberian paket sembako gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, bantuan saat tanggap darurat bencana, bantuan dana pendidikan, bantuan perbaikan rumah, pelayanan kepada orang jompo serta kunjungan ke lembaga pemasyarakatan.

Jika menilik dari subyek sasaran karya sosial ialah mereka yang kecil, lemah, miskin secara sosial atau material. Beberapa lembaga memiliki kriteria tertentu untuk mengkategorikan mereka. Mereka yang sungguh tak berdaya, cocok untuk mendapatkan bantuan sosial. Namun ada pula dari antara mereka yang termasuk kategori tersebut, tetapi masih mau dan mampu untuk memberdayakan diri, jika mendapat bantuan modal sebagai stimulus, pelatihan, pendampingan, penguatan jejaring, studi banding (benchmarking) dan aneka dukungan lain.

Jika menilik dari model karya sosial, ada model karitatif. Model ini merupakan karya sosial yang  menempatkan umat  atau masyarakat sekitar Gereja sebagai penerima bantuan. Dalam model ini umat atau masyarakat penerima program tidak sepenuhnya dilibatkan dalam proses kegiatan karya sosial.  Bentuk-bentuk karya sosial yang dominan masih bersifat karitatif (bantuan cuma-cuma) diberikan kepada umat atau masyarakat yang membutuhkan.

Ada pula model pemberdayaan ialah model karya sosial yang menempatkan warga masyarakat sekitar Gereja bukan hanya sebagai obyek / penerima bantuan semata, tetapi sebagai subyek yang ikut terlibat, mau dan mampu memberdayakan diri, dalam program sosial yang dilaksanakan. Beberapa contoh kegiatan tersebut ialah:

Warung Sosial

Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan sosial, berupa memberikan makan sehat dan membagikan sembako. Kegiatan itu didukung oleh sukarelawan secara bergilir per kelompok, mengikuti kelompok lingkungan. Masing-masing kelompok mendapat dana untuk membeli nasi, lauk pauk dan sembako. Setelah sekian lama, semangat awal untuk menyediakan bantuan karitatif dirasa kurang cocok. Ternyata, para penerima manfaat hanya bisa tergantung. Sementara mereka yang menjadi relawan berkurang dan dana yang dikeluarkan pun terbatas. Dalam kesempatan rekoleksi, ada usulan agar bantuan sosial tidak lagi sekedar memberi. Maka, diputuskan bahwa makan sehat dijual seharga Rp. 5.000,- dan sembako dijual Rp. 10.000,-. Uang hasil penjualan dikelola kembali oleh panitia sosial untuk membeli bahan baku. Namun separuh dari uang pembelian itu ditabung, sehingga mereka yang membeli makan dan sembako bisa memiliki tabungan. Hal ini dikomunikasikan kepada siapapun yang membeli di warung sosial.

Setelah berjalan beberapa lama, para penarik becak, tukang parkir, pemilik kios majalah, penjual koran, tukang tambal ban, penyapu jalan, pedagang asongan, penjual jamu, penjual sayur, pemilik warung kecil dan warga pra sejahtera yang selama ini membeli makan sehat dan sembako murah, memiliki tabungan. Pada periode tahun 2012-2013, ada sebanyak 150 konsumen aktif (membeli makan, sembako dan menabung), sebanyak 16 orang tidak aktif dan 5 orang telah meninggal dunia. Mereka tak mengira bisa menyisihkan sebagian uang sebagai tabungan. Jika ada keperluan tertentu dan mendadak, mereka bisa menghubungi Panitia sosial. Berdasarkan data selama 1 tahun, telah tercatat 7.062 kali transaksi keuangan, dengan rincian 6.214 kali menabung dan 848 kali mengambil tabungan. Total jumlah tabungan yang tersimpan sejumlah Rp. 270.854.000,-, sedangkan jumlah pengambilan sejumlah Rp. 178.541.000,-.

Beberapa data penabung periode 2012-2013 yang memiliki jumlah tabungan 5 besar terbanyak, dari berbagai kalangan: seorang penarik becak memiliki tabungan mencapai Rp. 17.913.000,-, seorang ibu rumah tangga memiliki tabungan Rp. 10.709.000,-. Berikutnya memiliki tabungan Rp. 7.022.000,-, memiliki tabungan Rp. 6.027.000,- dan seorang bapak memiliki tabungan Rp. 5.153.000,-. Biasanya menjelang Lebaran, 5 penabung terbanyak menerima bingkisan sebagai apresiasi karena ketekunan menabung. Hadiah itu juga dimaksud agar mereka semua memiliki semangat menabung sebagai kebiasaan yang baik daripada kebiasaan konsumtif. Di antara mereka menarik dana menjelang Lebaran. Ada yang mengambil seluruh tabungannya, ada pula yang menarik sebagian. Ada yang memakai dana untuk keperluan produktif, namun disarankan tidak untuk keperluan konsumtif. Meskipun setelah lebaran, mereka pasti menabung lagi.

Pengalaman di warung sosial memberi bukti, jika mereka yang dianggap wong cilik dimotivasi, difasilitasi dan didampingi, bisa tekun menabung. Dengan demikian, karya sosial yang dilakukan ialah karya sosial yang memberdayakan (transformatif), bukan karitatif. Karya sosial pemberdayaan, tidak menempatkan mereka sebagai penerima bantuan saja. Tetapi mengajak mereka menjadi subyek yang terlibat menabung. Karya sosial transformatif, benar-benar mengandalkan modal swadaya yang dihimpun bersama, bukan modal dari donatur, hibah yang mengikat, yang justru tidak memberdayakan atau bahkan pinjaman dengan riba yang mencekik.

Pinjaman Modal Usaha Kecil (Mikro)

Program ini bertujuan mengembangkan kesadaran dan partisipasi umat untuk memberdayakan kegiatan usaha kecil. Subyek sasaran kegiatan ini umat atau masyarakat yang bermodal kecil, penggarap atau buruh tani serta mereka yang masuk dalam kategori miskin yang perlu diberdayakan. Kegiatan ini bersifat inisiatif dari bawah. Setelah menerima sosialisasi, umat atau masyarakat yang berkeinginan menggunakan fasilitas pinjaman kredit mikro maupun umat yang direkomendasi oleh perangkat pastoral, mengajukan proposal. Setelah semua syarat terpenuhi, mereka yang mengajukan permohonan mendapatkan pinjaman dana.

Dana yang sudah disetujui akan dikirimkan melalui perangkat pastoral selanjutnya disampaikan ke pengusul disertai perjanjian pinjaman. Disebut pinjaman, karena memang dana yang disalurkan bukan hibah atau diberikan cuma-cuma (karitatif) sebagaimana bantuan dari pemerintah, tetapi dana pinjaman yang harus dikembalikan, dengan syarat yang sangat lunak. Penyaluran dana dengan pola hibah, tanpa pelatihan, pendampingan dan pengembangan usaha, sesuai pengalaman, terbukti tidak efektif bagi penerima karena dana yang disalurkan kemungkinan besar akan terpakai untuk kegiatan lain dan tidak tepat sasaran.

Sebagai bentuk kebersamaan, mereka yang menerima pinjaman bergabung dalam kelompok dan mengikuti pendampingan secara rutin dalam mekanisme monitoring dan evaluasi. Di dalam kelompok mereka yang menerima pinjaman bersatu menyepakati beberapa hal yang baik bagi kebersamaan. Misalnya kesepakatan mengenai penentuan jadwal pengembalian pinjaman. Untuk jenis usaha warung atau toko kecil, dengan perputaran dana kurang dari 1 bulan, angsuran dilakukan setiap bulan mulai bulan kedua sebanyak 10 kali angsuran. Untuk jenis usaha ternak, dengan perputaran dana 1-4 bulan, angsuran dilakukan dilakukan dua kali pada bulan kelima dan kesepuluh.

Dari pengalaman yang terjadi, kebersamaan dalam kelompok memotivasi para penerima untuk bertanggung jawab atas pinjaman yang disalurkan Penerima pinjaman melaporkan kemajuan, kesulitan serta kegagalan usaha dalam sharing. Selain itu ada kegiatan saling mengadakan kunjungan antar penerima pinjaman. Kunjungan seperti ini menjadi bentuk penemanan kepada mereka yang mengalami masalah, baik masalah usaha dan atau masalah lain. Kunjungan lebih bersifat penggembalaan, bukan menagih atau menghakimi mereka yang mengalami masalah.

Credit Union / Koperasi Kredit

Credit Union (CU) yang dibentuk di salah satu Paroki, sejak tahun 2001, digagas oleh 35 orang. Mereka ialah para Ketua Lingkungan, Ketua Stasi yang didukung oleh Dewan Pastoral Paroki dan Pastor Paroki. Sebelum memulai, mereka terlebih dulu belajar ke CU lain yang pengelolaannya sudah baik. Mereka mengumpulkan modal awal sebesar Rp. 1.750.000,-.

Setelah sekian lama, anggota CU berkembang menjadi 755 orang dengan penerimaan anggota yang diawali dengan pendidikan anggota mengenai apa itu CU. Pada tahun 2010, CU memiliki aset Rp. 1,7 M. Pada akhir tahun 2012 aset mencapai Rp. 3,3 M. Meskipun demikian, sebanyak 70 % anggota justru dari kalangan umum.

CU ini telah melewati beragam dinamika, ada anggota yang mengalami kredit macet, ada kalangan umat yang mengira CU sebagai tempat untuk meminjam uang dan pengalaman lainnya. Meskipun demikian, CU tak henti melakukan pendidikan anggota, promosi kepada umat dan membangun kepercayaan. Sejak tahun 2003, CU mendapatkan Badan Hukum, menerapkan Pola kebijakan dan memberikan SHU kepada anggota. Para pengurus tetap berupaya agar CU dibangun dalam kebersaman dan bermanfaat bagi kesejahteraan anggota.

Salah seorang pemilik warung makan yang menjadi anggota sejak 21 April 2003, mengaku merasakan manfaat menjadi anggota CU. Karena pendidikan atau tepatnya penjelasan tentang menjadi anggota CU, ia merencanakan hidup keluarga, mulai melaksanakan kebiasaan menabung. Yang menarik, jika ia menabung di CU berapapun jumlahnya tidak ditolak. Menurutnya, menabung tidak dikenai pungutan, tidak ada biaya administrasi dan pengambilannya sangat mudah, karena tidak perlu antri berlama-lama. Dari usahanya di salah satu kompleks perumahan, ia mendapat pinjaman modal sebesar  Rp 3.000.000,-. Sebelum menjadi anggota CU, beliau mengaku susah menyisihkan uang untuk menabung. Tetapi dengan menjadi anggota CU ia sadar untuk menabung  sedikit demi sedikit dan rasanya enak. Sampai suatu kali ketika beliau hendak merenovasi rumah dari hasil tabungan CU ia mengambil dana Rp. 20.000.000. Selama menjadi anggota CU, selain tekun menabung, ia telah 3 kali merasakan mendapat pinjaman dari CU. Bahkan pinjaman terakhirnya sebesar Rp. 10.000.000. Ia memegang prinsip menabung teratur, meminjam terukur dan mengangsur jangan pernah ditegur.

Organisasi Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana

Momen bencana, menjadi pintu masuk kepedulian dari berbagai pihak. Beberapa hari setelah kejadian bencana, bantuan dari pihak lain berupa bantuan karitatif seperti makanan, minuman serta tempat berlindung yang sifatnya tanggap darurat dan karitatif.

Pengalaman itu terjadi dalam bencana longsor di salah satu Dusun di Ponorogo Selatan. Setelah hujan deras selama beberapa hari, tanpa diduga, sore itu tanah dan rumah yang sekian lama ditempati warga mendadak bergerak. Sekejap atap rumah berjatuhan, dinding rumah dari kayu patah, pondasi yang menopang rumah amblas di bagian belakang dan perabot rumah tangga berjatuhan. Saat itu seorang ibu, segera menyelamatkan diri ke rumah tetangga untuk sementara. Di sekitar rumahnya, jalan makadam (berbatu) yang menghubungkan rumah ke lokasi aman di bawah, telah bergeser 2-5 meter. Jalan tak bisa dilewati. Hujan memperburuk jalan menjadi sangat becek dan liat. Tidak hanya itu, berbagai tanaman di sekitar jalan, seperti pohon kelapa, bambu dan berbagai jenis tanaman, turut bergeser seiring pergerakan tanah ke arah bawah.

Dalam program pendampingan pasca bantuan tanggap darurat, selama 1 tahun, warga tidak lagi menerima bantuan karitatif. Warga mendapatkan pendampingan dari Karina (Caritas). Karina yang dalam kegiatan melibatkan perangkat pastoral paroki didukung jejaring Caritas, memfasilitasi warga membentuk komunitas siaga bencana bernama Karya Mandiri. Pemimpin kelompok itu salah seorang sesepuh warga. Mereka mengikuti serangkaian pendampingan seperti, pelatihan pertolongan pertama gawat darurat, kajian tanggap darurat, penggunaan peralatan tanggap darurat, peringatan dini, pengaturan logistik dan lokasi pengungsian. Juga pengenalan mitigasi bencana, seperti peta rawan bencana, pemahaman jalur evakuasi serta sistem peringatan dini.

Selain itu ada upaya inisiasi kewirausahaan dan keuangan mikro sebagai penyiapan dana cadangan bencana. Hal ini beralasan, karena ketika bencana menghancurkan rumah, perabot rumah tangga, bahkan sawah dan ladang, mereka tidak memiliki dana cadangan. Dengan inisiasi kewirausahaan dan keuangan mikro, melalui penjelasan, animasi dan motivasi, mereka sepakat untuk menyisihkan dana dari hasil kegiatan produktif untuk dana cadangan bencana. Berbagai penguatan kapasitas dan perbaikan sarana, diharapkan memantapkan komunitas agar memiliki ketahanan hidup di lokasi rawan bencana.

Akhir Kata

Aneka bentuk karya sosial untuk kaum miskin selaras dengan ajaran kasih Yesus, mengutamakan kaum miksin. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Deus Caritas Est art. 25 menegaskan bahwa pelayanan kasih untuk mereka yang miskin adalah bagian penting dalam Gereja, sebagaimana pelayanan Sakramen dan pewartaan Injil. Penderitaan kaum miskin hanya dapat ditanggapi dengan solidaritas kepada kaum miskin, dengan cara memberi bantuan, yang memungkinkan mereka mengalami kesejahteraan.

Dalam Surat Apostolik tentang Pelayanan Kasih art. 31, Paus Benediktus XVI kembali mengingatkan dalam melaksanakan kegiatan amal, kelompok sosial tidak membatasi diri hanya untuk mengumpulkan dan mendistribusikan dana, tetapi harus menunjukkan perhatian khusus kepada individu yang membutuhkan dan melakukan fungsi animasi / pembinaan bagi komunitas Kristiani, menyadarkan orang untuk menghargai pentingnya berbagi, menghormati dan mengasihi selaras dalam semangat Injil Kristus.

Untuk itu perlu diupayakan dan didukung model pemberdayaan (transformatif). Inilah model karya sosial yang menempatkan kaum miskin dalam persekutuan (communion), memanusiakan mereka bukan sekedar sebagai obyek / penerima bantuan semata, tetapi sebagai subyek bermartabat yang ikut terlibat, mau dan mampu untuk menjadi lebih baik, melalui bantuan modal sebagai stimulus, pelatihan, pendampingan, penguatan jejaring, studi banding dan lain-lain, sehingga kaum miskin sungguh berdaya (Inspirasi, Juni 2015).