Pages

Wednesday, November 15, 2006

Kontroversi Kondom Mencegah HIV / AIDS



Jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Departemen Kesehatan melaporkan, pengidap HIV dan Kasus AIDS hingga 30 September 2006, angka kumulatif pengidap infeksi HIV mencapai 6.987 orang, sedangkan pengidap AIDS sebesar 4.617 orang.

Dalam Periode Juli-September 2006, diterima laporan AIDS dan HIV sebanyak 655 orang dan 90 orang. Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30 September 2006 adalah 3,47 per 100.000 penduduk (Sensus 2000). Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari propinsi Papua (14,68 kali angka nasional). DKI Jakarta (8,28 kali angka nasional), Bali (2,81 kali angka nasional), Maluku (2,58 kali angka nasional), Kalimantan Barat (1,76 kali angka nasional), Riau + Kepulauan Riau (1,71 kali angka nasional), Sulawesi Utara ( 1,47 kali angka nasional), dan Bangka Belitung (1,41 kali angka nasional).

Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan menunjukkan jumlah 4,6 : 1. Sedangkan menurut cara penularan, kasus AIDS kumulatif terbesar berasal dari pengguna narkoba suntik (IDU), yang dilaporkan sebesar 52,6 %, Heteroseksual 37,2 %, dan Homoseksual 4,5 %. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (54,77%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (26,56%) dan kelompok umur 40-49 tahun (8,04 %).

Semakin meningkatnya jumlah pengidap HIV/AIDS dan buruknya perilaku seksual masyarakat yang dianggap sebagai katalisator penyebaran virus HIV/AIDS memaksa perlunya kampanye penggunaan kondom dalam hubungan seksual. Iklan layanan masyarakat yang dibintangi Edo Kondolongit menyebutkan dengan jelas ajakan penggunaan kondom itu.

Baby Jim Aditya, aktivis AIDS berpendapat bahwa penggunaan kondom itu "penting" bagi mereka yang sudah tahu terinfeksi HIV. Menurutnya, keluarga perlu memberikan pendidikan seks bagi anak-anak mereka sejak usia dini. Ia menambahkan bahwa hubungan seks yang biasa terjadi di kalangan PSK yang umumnya adalah orang muda berusia 16-20 tahun itu mengakibatkan mereka menjadi kelompok yang beresiko tinggi terkena HIV/AIDS. Maka, ia menyarankan penggunaan kondom kepada para PSK setiap kali berkencan. Kondom selain digunakan untuk mencegah kehamilan dan juga untuk mencegah tertularnya HIV/AIDS. Pemerintah Indonesia bahkan telah mengeluarkan sebuah peraturan tahun 1996 yang mewajibkan PSK menggunakan kondom.

Sikap Gereja Katolik
Gereja Katolik sebenarnya tidak setuju dengan penggunaan kontrasepsi yang sangat artifisial itu. Gereja mengajarkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi mengurangi makna luhur hubungan seksualitas di antara dua orang yang terikat dalam perkawinan sah. Sedangkan terhadap mereka yang belum menikah, Gereja jelas mengajarkan bahwa hubungan seksualitas hanya boleh dilakukan oleh mereka yang telah terikat dalam perkawinan.

Paus Benediktus XVI saat ini sedang menyusun dokumen berkaitan dengan penggunaan kondom serta virus HIV/AIDS. Namun masih ada pertentangan mengenai penggunaan kondom dalam hubungan seksual ketika seseorang diketahui terjangkit virus HIV. Dalam perkembangannya terakhir, Kardinal Javier Lozano Barragan kepala Komisi Kepausan untuk Pelayanan Kesehatan telah mencoba membahas dasar untuk menentukan penggunaan kondom disertai alasan mendesak yang melatarbelakanginya. Paus Benediktus XVI sendiri sedang mempelajari untuk merekomendasi sebelum memutuskan apa yang akan disampaikannya dalam dokumen mengenai penggunaan kondom ini.

Memang ada ketegangan, setelah beberapa tahun Kongregasi untuk Ajaran Iman mengevaluasi penggunaan kondom. Polemik yang berkembang bukan lagi soal kondom untuk mencegah terjadinya kehamilan. Karena, Gereja Katolik telah lama menyatakan bahwa kondom sebagai alat kontrasepsi memang tidak boleh dipakai untuk program keluarga berencana. Pertanyaan yang terus ditanyakan adalah, apakah Gereja mengijinkan kondom untuk mencegah penyebaran HIV / AIDS ? Pertanyaan itu muncul karena banyak orang bisa mati tertular virus HIV / AIDS. Namun Gereja berpendapat bahwa orang pun tetap bisa tertular HIV / AIDS sekalipun menggunakan kondom, karena pemakaian kondom tidak 100 % efektif.

Salah satu jalan yang dianjurkan Gereja bagi pasangan yang positif terjangkit virus HIV / AIDS ialah tidak menyebarkannya dengan tidak berhubungan seksual dengan siapapun. Apalagi kondom tidak 100 % mencegah seseorang terjangkit virus HIV / AIDS. Pasangan yang telah menikah sebenarnya memiliki beberapa pilihan bagaimana mereka harus mengatur keintiman hidup perkawinan mereka. Selain itu, kembali ke pendapat klasik, penggunaan kondom berarti tindakan yang sangat nyata yang berpotensi membunuh calon janin. Jalan satu-satunya mencegah penyakit berbahaya itu ialah pantang. Cara ini tidak memberi resiko apapun dengan kehidupan (Catholic Condom Use, Jessica Steinmetz: 2006)

Argumen Menolerir Kondom
Seorang pakar teologi moral mengatakan Gereja melarang penggunaan kondom, namun pandangan ini bertentangan dengan pandangan sejumlah pakar teologi moral yang mengatakan, penggunaan kondom dapat diijinkan untuk mencegah penyakit yang mengancam kehidupan.

Pastor Piet Go Twan O.Carm, kepala Departemen Dokumen dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia (Dokpen KWI), mengatakan bahwa posisi para pejabat Gereja ialah melarang penggunaan semua alat kontrasepsi termasuk kondom yang bertentangan dengan ajaran moral Gereja. "Namun para moral teolog mempunyai cara pemikiran yang lain," tambahnya.

Mengutip pandangan pakar teologi moral tindakan moral harus ditinjau menurut maksud dan tujuan. Penggunaan kondom untuk mencegah kehamilan berbeda dengan penggunaan kondom sebagai alat untuk melindungi diri dari ancaman penyakit yang mematikan. Pakar teologi moral itu menyarankan sebuah pendekatan "A-B-C" untuk menggunakan kondom. Abstinence (pantang), being faithful (setia pada pasangan), dan condom (kondom), dengan prioritas diberikan pada A dan B. "Jika A dan B tidak bisa, maka penggunaan kondom sebagai alat melindungi diri terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian tidak dapat disalahkan," katanya.

Memang terjadi serba dilematis untuk menjelaskan penggunaan kondom. Di satu pihak kita setuju dengan penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS dan penyakit lain. Namun di lain pihak, kita khawatir karena orang menggunakan kondom untuk melakukan seks bebas. HIV yang menyebabkan AIDS tertular dari seorang kepada yang lain melalui hubungan seks atau cara-cara lain yang memungkinkan terjadinya kontak cairan-cairan tubuh. Penggunaan kondom itu minus-malum. Artinya pilihan yang kurang buruk dari yang terburuk untuk mencegah dampak negatif. Selain itu disertai kampanye bahwa cara yang terbaik untuk mencegah HIV/AIDS ialah dengan memberikan penyuluhan secara kontinu, khusus bagi kaum muda, untuk menyadarkan mereka akan bahaya HIV/AIDS. Para pemuka agama dan umat beragama pada umumnya dalam memberikan konseling, program-program penyadaran, dan pendidikan, khususnya bagi orang muda, perlu mendesak agar orang-orang yang menikah itu setia kepada suami atau istrinya, agar terhindar dari HIV/AIDS.

Pastor Go yakin bahwa ilmu pengetahuan pada akhirnya menemukan jawaban terhadap masalah HIV/AIDS, namun ia mendesak umat Katolik untuk memprioritaskan memilih cara berpantang dan setia pada pasangan, serta peduli kepada orang yang terjangkit virus HIV / AIDS. (Rohaniwan dan dosen di STKIP Widya Yuwana, Madiun)