Pages

Tuesday, December 12, 2006

The Nativity Story


Natal tahun ini apa yang baru…? Film baru tentang kelahiran Yesus telah dirilis. Judulnya The Nativity Story (TNS). Film ini dibintangi artis yang pernah dinominasikan meraih Oscar Keisha Castle-Hughes dan Shohreh Aghdashloo. Film yang mengambil lokasi pembuatan di Matera, Italia dan di Maroko ini mulai dikerjakan sejak 1 Mei 2006 lalu. Pada tanggal 1 Desember mulai ditayangkan di bioskop di Amerika, Eropa termasuk di-premiere-kan secara khusus di Vatican City meskipun Paus Benedictus tidak menghadirinya.

Film ini mengisahkan kisah hidup Perawan Maria dan Yosep sejak ia menerima kabar gembira di Nazareth hingga saat tiba hari kelahiran Yesus di Bethlehem, termasuk kedatangan orang Majus dan kekejaman Raja Herodes.

Mike Rich, penulis script TNS mendasarkan skenario film dari empat Injil. Beberapa teolog Protestan, Katolik dan Yahudi dijadikan sebagai konsultannya. Ketika menceritakan pertama kali kepada pastor tentang keinginannya membuat film ini, sang pastor menjawab “that’s a project !”. Lalu ia segera masuk kapel berdoa.

Bagaimanapun, ada beberapa perbedaan film ini dengan Kitab Suci. Malaikat Gabriel dikisahkan dalam Injil Lukas berdiri di sisi kanan dari altar. Tapi dalam film ini, yang ditampilkan hanya suara sayup-sayup dan berubah menjadi semacam kabut. Pula penampilan kidung Magnificat ketika ia bertemu dengan Elizabeth. Di film ini, Maria mengumandangkan kidung hanya bagian tertentu saja. Menurut Injil, malaikat yang mengabarkan kabar gembira kelahiran bayi Yesus kepada para gembala mengabungkan diri dengan utusan surga itu memuliakan Allah. Di film ini, malaikat mewartakan dan para gembala terkejut. Kunjungan orang Majus yang ditampilkan datang pada malam ketika Yesus lahir. Sementara dalam kalender liturgi Katolik, orang Majus mengunjungi bayi Yesus justru duabelas hari setelah kelahiranNya, pada pesta Tiga Raja, yang dirayakan 12 hari sesudah hari Natal.

Film ini juga memberikan kisah tambahan yang sama dan berbeda dengan kisah dalam Kitab Suci. Dalam film ini Maria dikisahkan enggan menikah dengan Yosep. Bagaimanapun, hal ini terkait dengan budaya setempat. Aturan semacam ini wajar sekali. Kitab Suci dan pendapat biblis lainnya mengatakan bahwa Yosep lebih tua daripada Maria, sebuah jarak yang relatif jauh dalam sebuah kasus pernikahan.

Orang Majus menampilkan tradisi tiga Orang Bijak, Kaspar, Melkior dan Baltasar, yang mana di antara para raja ada satu yang semula menolak mencari bayi Yesus. Meskipun bingkisan yang mereka bawa disebutkan dengan jelas dalam Kitab Suci, jumlah pemberian Orang Majus itu tidak diketahui. Bintang yang menjadi penuntun kelahiran Yesus menampilkan kombinasi dari planet dan bintang, ditampakkan sepanjang film. Kitab Suci sendiri tidak pernah mengupas sosok bintang ini.

Di awal pembukaan film soundtrack menampilkan himne Adven…”O Come, O Come Emmanuel". Berbeda dengan kisah kelahiran yang tertulis dalam Injil Mateus dan Lukas film ini merangkum pula tradisi apokrif serta inspirasi imaginatif sang pembuatnya. Kisah dalam Injil dikombinasikan dengan sentuhan seni yang sempurna, lebih sejati dan dikisahkan lebih menyentuh perasaan oleh sang sutradara Catherine Hardwicke. Film ini menampilkan pemeran berkelas internasional dan desain produksi yang kuat serupa dengan film The Passion of The Christ yang meraup keuntungan finansial. Tanpa menampilkan darah dan kontroversi, kiranya TNS akan lebih menarik pemirsa jauh lebih banyak.

Film menyajikan tampilan Raja Herodes yang berseru paranoid memerintahkan membunuh semua bayi laki-laki di Bethlehem. Tampilan bertolak ke beberapa tahun belakangan, saat Zakaria yang diberi kabar malaikat bahwa istrinya Elisabeth, meskipun sudah berusia lanjut, akan melahirkan anak. Sementara itu, saudara perempuannya, Maria, seorang perempuan cantik yang nampak seperti masih anak-anak dan hidup di bawah masa ketidakpastian pendudukan Roma, diberitahu oleh orang tuanya, Yoakim dan Anna, bahwa ia akan menikah dengan Yosep, seorang tukang kayu yang sedikit lebih tua darinya. Karena masalah pertunangannya dengan “seorang lelaki dikenalnya, sekaligus lelaki yang tidak dicintainya”, Maria sebenarnya enggan untuk mendengar kabar gembira malaikat Gabriel yang mengabarinya, bahwa ia akan melahirkan Yesus. Sementara itu di Persia, tiga orang Majus keluar dari istana mereka mengikuti bintang yang merupakan kombinasi bintang, planet Venus dan Jupiter.

Sebagaimana yang dikisahkan secara singkat dalam Injil Lukas, Yosep dan Maria menempuh perjalanan dari Nasareth ke Bethlehem, melewati badai, padang gurun yang tak bersahabat, mengalami kelaparan, dirampok sepanjang perjalanan melewati Yerusalem.

Sepanjang perjalanan menjadi kisah menarik. Sang sutradara manampilkan, Maria membasuh kaki Yosep, Yosep mengekspresikan kemarahan kepada pedagang di depan halaman Bait Allah, persis di salah satu sisi jalan salib Yesus. Sebuah sindiran simbolis ditampilkan sepanjang mereka menyeberangi sungai, Maria diganggu seekor ular, yang mengingatkan akan peristiwa wanita di Taman Eden.

Meskipun Perjanjian Baru menyajikan secara detil kisah Yosep dan Maria, melalui sentuhan layar kaca Mike Rich, yang mencoba mengikuti Injil, dengan tafsiran yang indah. Pemeran Maria, Castle-Hughes kelihatan cukup dewasa memerankan perannya dengan segala nuansa kuno. Sangat menyentuh tampilan layar ketika Maria duduk sendiri pada suatu malam menerka-nerka mengapa Tuhan memilihnya (“Aku bukan siapa-siapa”, keluhnya). Demikian pula pemeran Yosep dengan rasa penuh empati, hanya diam menanggung tanggung jawab yang harus disandangnya, meskipun penuh kecemasan berhadapan dengan situasi tak pasti.

Saat tiba kelahiran Yesus, semua ada di sana: para gembala, Orang Majus dan sebagainya. Bukan dengan kartu ucapan Natal yang mulus, ucapan yang sangat biasa itu tak muncul. Sepanjang film, sang sutradara tak bermaksud mengajak penontonnya meneteskan air mata hanya karena sentuhan-sentuhan iman religius, hal ini supaya kisah ini diterima dan oleh mereka yang tidak percaya atau bukan pengikut Yesus. Sentuhan iman religius hanya ditampilkan saat salah seorang Majus itu mengucapkan kebenaran radikal mengenai inkarnasi dengan mengatakan: “Allah menjadi manusia”

Dalam suasana pedih, miskin yang tak mudah dimengerti, menatap palung hina dan kelak menatap salib duka, para Majus dan pengikut perjalanannya mempersembahkan emas dan kemenyan. Sebuah persembahan terindah nan penuh haru untuk Bayi Yesus dengan ucapan lirih “demi pengorbanannya”, yang sekaligus mengawali persembahan tuntas diri Yesus kelak di kayu salib.

Pandangan mata akan dialihkan ke sosok Herodes diiringi pengikut setianya menyuruh menghentikan pasukan berkuda setelah Keluarga Kudus melintas menuju Mesir dan mencari kain pembungkus bayi setelah lama bersemayam di palungan. Meskipun ditempatkan berbeda dari Injil Lukas, Kidung pujian Maria yang diselipkan sang sutradara dalam perjalanan ini menjadi begitu indah.

Suster Rose Pacatte, F.S.P dari majalah St. Anthony Messenger mengatakan bahwa karya Mike Rich sungguh mengena di hati dan budi dengan tampilan para aktornya yang seolah-olah menampilkan keadaan sesungguhnya. Orang-orang Majus kiranya menginspirasi para kaum kaya untuk terlibat mau menolong. Kisah kelahiran Yesus dalam film ini begitu bermakna sehingga anak-anak hingga kaum dewasa mendapat pemahaman baru mengenai arti Natal. Film ini begitu klasik untuk orang-orang Kristiani, namun tampilan-tampilan dalam film ini kelihatan sebagai sebuah kartu Natal sekaligus sebuah kisah yang menyentuh.

Meskipun dalam minggu pertama mencapai box office 8 juta dollar US. Film ini menuai kritik karena banyak orang Kristiani merasa bahwa film ini tidak terlalu pas dengan Kitab Suci (sebagai contoh kunci dalam Kitab Suci secara jelas menyatakan bahwa tiga orang bijak singgah di rumah bukan menjenguk di palungan dan Raja Herodes menyatakan adanya pembunuhan bayi lelaki di bawah umur 2 tahun). Dalam rangka usaha meraih pasar sebanyak mungkin, kebanyakan film bertema Natal layaknya sebuah hadiah dalam citra dunia sekuler yang menyentuh perasaan untuk melengkapi kerinduan makna sejati di hari Natal.

Sebagai pertunjukan Natal, ada beberapa tampilan kurang bagus (ialah pembunuhan keji terhadap bayi-bayi tak berdosa) yang tidak cocok untuk dilihat anak-anak. Film yang berisi beberapa adegan kekerasan ini oleh Motion Picture Association of America direkomendasi agar anak-anak yang melihatnya mendapat bimbingan orang tua. Kesedihan Maria dan Elisabeth yang dipaparkan dengan jelas menjadi tandanya. Film ini memberi pesan penuh harapan yang harus digemakan terus oleh pemirsa bahwa dunia masih harus berjuang untuk meraih kedamaian. (A. Luluk Widyawan, Pr, dari berbagai sumber)