Pages

Tuesday, January 09, 2007

Iman Dan Peduli Lingkungan


Krisis lingkungan mengancam bumi kita. Iman memiliki tanggung jawab terhadap dunia dan hak-hak yang luhur dengan memperhatikan hubungan dengan Pencipta dan dukungan Tuhan demi kelangsungan lingkungan hidup dengan kepedulian cinta. Manusia patut merefleksikan bagaimana keIllahian, keindahan dan kesatuan alam sesungguhnya menampilkan kebijaksanaan Illahi dan kemuliaanNya. Lewat Kitab Suci, manusia mendengarkan panggilan baru untuk menjaga dunia dan menegakkan keadilan terutama bagi kaum miskin dan yang jadi korban kerusakan lingkungan.

Jawaban terhadap pertanyaan dasar mengenai keprihatinan religius terhadap lingkungan disajikan dalam pertanyaan-pertanyaan dasar berikut ini.

Mengapa kaum beragama terlibat dalam isu lingkungan ?
Dalam hal ini, krisis lingkungan merupakan tantangan moral. Situasi ini memanggil setiap orang untuk menguji bagaimana kita menggunakan kebaikan bagi dunia, apa yang kita akan lakukan untuk generasi mendatang, dan bagaimana kita hidup dalam harmoni dengan ciptaan Tuhan lainnya. Krisis ekologi global saat ini telah mengundang keprihatinan siapapun, ilmuwan, pemimpin politik, urusan bisnis, pekerja, pengacara, petani, wartawan dan warga manusia pada umumnya. Sebagai guru moral, kita patut mengintensikan menyajikan dimensi moral dan etis dari isu lingkungan ini

Apa yang Tuhan lakukan terhadap lingkungan ciptaan ?
Tuhan, sumber dari segala ini, tampak secara aktif dalam semua ciptaan, Tuhan juga peduli terhadap semua ciptaan. Kita harus peduli terhadap dunia tanpa mengabaikan Tuhan yang kita puji. Kita percaya bahwa iman, kebaikan dan cinta Tuhan merupakan sumber yang memotivasi dan menarik bagi semua ciptaan. Tumbuhan dan binatang, gunung dan laut, mengangkat jiwa kita kepada Tuhan, dengan kerapuhan dan kelemahan yang terungkap, “Kami tidak mampu membuat semuanya itu dari diri kami sendiri”. Tuhan menciptakan segala yang hidup untuk ada dan saling memelihara kelestarian keberadaan ciptaanNya.

Bagaimana Katolik memandang alam semesta ?
Tanggung jawab Katolik terhadap lingkungan dimulai dengan apresiasi terhadap kebaikan ciptaan Tuhan. Pada awal mula, “Tuhan melihat bahwa segala yang dibuatnya, adalah baik adanya (Kej 1:31). Surga dan bumi, matahari dan bulan, daratan dan lautan, ikan dan burung, binatang dan manusia – adalah baik adanya. Kebijaksanaan dan kekuatan Tuhan ditampakkan dalam setiap aspek ciptaan (Proverbs 8:22-31). Tidak ada keraguan bahwa umat Tuhan yang dipenuhi dengan semangat spiritual, mmereka dipanggil sebagai ciptaan untuk bergabung memuji kebaikan Tuhan (Dan 3:74-81). Bumi, sesuai petunjuk Kitab Suci, merupakan hadiah kepada seluruh ciptaan untuk “seluruh mahluk hidup yang ada di dunia (Kej 9:16-17).

Apa itu tempat yang layak dan aturan untuk mahluk hidup di dunia ?
Manusia ada bersama di dunia dengan ciptaan yang lain. Tetapi manusia, dibuat seturut citra dan seperti Tuhan, dipanggil dalam bentuk khusus untuk “memelihara dan memperhatikannya” (Kej 2: 15). Laki-laki dan perempuan, karena itu, memiliki tanggung jawab khusus di hadapan Tuhan: untuk menjaga ciptaan di dunia. Pula segala upaya kreatif manusia mestinya mengembangkan dunia. Menjaga ciptaan berarti harus hidup dengan penuh tanggung jawab di dunia. Keluarga dilengkapi dengan keindahan, keIllahian dan kesatuan dengan alam, juga dengan keharusan untuk berproduksi. Bagaimanapun, Tuhan sendiri berkuasa mengatasi bumi. “Tuhan merupakan wujud bumi dan segala isinya, dunia dan segala yang ada di dalamnya (Mzm 24:1). Sebagaimana di masa Nuh, manusia bertanggung jawab untuk menlanjutkan seluruh ciptaan untuk memenuhi maksud Tuhan. Setelah banjir menerpa, Tuhan membuat janji terakhir dengan Nuh, dengan keturunannya dan setiap mahluk hidup”. Jadi manusia yang hidup di bumi tak bisa seenaknya, karena itu haruslah berbuat apapun di bumi dengan sebaik-baiknya.

Mengapa terjadi kerusakan lingkungan ?
Adam dan hawa memberi pelajaran tentang sikap mereka ketika hidup di dunia (Kej 1:28) ialah seharusnya dengan penuh kebijaksanaan dan cinta. Sebaliknya, mereka menghancuran keberadaan harmoni. Dengan kebebasannya mereka justru melawan rencana Tuhan, yaitu dengan memilih berbuat dosa. Hasilnya, tidak hanya keterasingan manusia dengan dirinya sendiri, dalam kematian dan penderitaan, tetapi juga pemberontakan bumi terhadap manusia sendiri (Kej 3:17-19; 4:12). Saat manusia kembali kepada rencana Tuhan, manusia digerakkan oleh kehendak yang baik untuk kembali menata lingkungan. Jika manusia tidak berdamai dengan Allah, maka di bumi sendiri tidak akan ada damai: "Sebab negeri ini akan berkabung, dan seluruh penduduknya akan merana, juga binatang-binatang di padang dan burung-burung di udara, bahkan ikan-ikan di laut akan mati lenyap. " (Hos 4:3).

Adakah harapan yang baik bagi bumi ?
Sebuah masyarakat yang adil dan berkelanjutan bukanlah sebuah itensi yang ideal, tetapi sebuah kebutuhan yang mendesak sesuai tuntutan moral dan praktis. Tanpa keadilan, ekonomi yang berkelanjtan tak akan pernah dicapai. Tanpa sebuah tanggung jawab ekologi terhadap dunia ekonomi yang adil tak akan terwujud. Untuk mencapai itu sungguh merupakan pekerjaan yang mutlak, bersama-sama kita akan mengupayakannya. Tetapi segala sesuatu akan mungkin, bagi mereka yang berharap kepada Tuhan (Mrk 10:27). Harapan, merupakan keutamaan hati yang penting dalam etika lingkungan hidup orang Kristiani. Harapan akan memberi keberanian, arah dan kekuatan. Penyelamatan bumi akan menghasilkan komitmen yang kudus. Hal ini termasuk kehendak baik untuk merevisi kembali kebiasaan politik kita, merestrukturisasi lembaga ekonomi, membentuk lagi masyarakat dan merawat komunitas global. Hanya dengan harapan manusia dapat mencapai kebaikan, karena manusia bagian dari ciptaan. Sehingga di masa kini Roh Kudus menghembuskan cara hidup baru kepada seluruh ciptaan di bumi. Hari ini kita berdoa dengan cara baru dan penuh perhatian kepada ciptaan Tuhan: “Utuslah Roh KudusMu dan baharuilah seluruh muka bumi”

Apa yang harus kita lakukan ?
Krisis lingkungan di masa menbawakan panggilan bagi siapapun tak terkecuali untuk bertobat. Sebagai individu, sebagai manusia, kita menginginkan perubahan hati untuk menyelamatkan bumi bagi anak-anak kita dan generasi kelak yang akan lahir. Sangatlah pelik masalah ini, berkaitan dengan ekonomi dan gaya hidup. Tak terkecuali bagi semua hati dan setiap mereka yang menemukan Tuhan, seharusnya mengikuti untuk menebarkan tanggung jawab sebagai bentuk ketaatan ciptaan kepada TuhanNya. Mereka yang percaya dan yang melihat nilai-nilai dalam Kitab Suci, dan secara jujur mengakui keterbatasan dan kesalahannya akan memiliki komitmen dari dirinya sendiri untuk bertindak mengatasi kerusakan bumi dan akan siap untuk berpartisipasi secara penuh, memecahkan masalah ini.

Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan, pemecahan yang dilakukan tidak didasarkan dari agenda politik, dari aliran kiri atau kanan, tetapi ajaran paling dasar mengenai Tuhan, kemanusiaan dan seluruh ciptaan. Tradisi religius telah menampilkan beberapa ajaran dan sikap mengenai hal itu:

- Bumi sesungguhnya miliki Tuhan sendiri
- Ciptaan adalah baik adanya, berharga, serta diperhatikan Tuhan
- Manusia seharusnya peduli terhadap bumi dan menggunakan bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia, tanpa merusaknya
- Memperhatiakan manusia berarti mengasihi ciptaan
- Kaum miskin dan kaum penderita, khususnya anak-anak, menderita paling parah karena kerusakan lingkungan
- Komuntias religius memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran, praksis serta pesan agar memperhatikan ciptaan dan mempersatukann pesan itu dengan umat beragama lain.