Pages

Sunday, May 15, 2005

Ratzinger, Paus Benediktus XVI


Lonceng berdentang, sekelompok band berjalan dan massa bergerombol memenuhi Lapangan Basilika Santo Petrus, Vatikan. Kardinal Ratzinger kini muncul dan mendapat gelar baru Paus Benediktus XVI. Memang Kardinal Yosep Ratzinger, 78 sudah difavoritkan untuk menduduki tahta lowong setelah ditinggalkan Paus Yohanes Paulus II yang wafat.

Sebagai salah seorang yang berpengaruh di Vatikan, dia pantas menduduki tahta Paus dan sebagaimana dikatakan teman-teman dekatnya di Kepausan. Kardinal Ratzinger sebelumnya mengepalai Konggregasi Suci untuk Ajaran Iman, sebelumnya bertugas di Kantor Pengadilan Suci, sejak tahun 1981. Salah satu yang dituturkannya ialah menyikapi dingin teologi pembebasan yang melibatkan imam-imam di Amerika Latin yang artinya keterlibatan Gereja di dalam aktivitas sosial dan isu hak asasi.

Dia menuliskan bahwa homoseksual sebagai kecenderungan terhadap kejahatan moral intrinsik. Selama kampanye pemilihan presiden di Amerika, dia disebut-sebut sebagai politisi pro –choice (pembela kehidupan) dan dibenci oleh masyarakat Amerika. Dia juga pernah berargumentasi bahwa Turki sebaiknya tidak masuk dalam Uni Eropa. Dialah orang Jerman ke delapan yang menjadi Paus, dia pandai berbicara dalam 10 bahasa dan dikatakan sebagai mahir bermain piano khususnya untuk karya-karya Beethoven.

Konservatif

Kardinal Ratzinger lahir dalam tradisi keluarga Bavaria di tahun 1927, meskipun ayahnya seorang polisi. Pada usia ke 14, dia tergabung dalam Pasukan Muda Hitler, tetapi bukan sebagai anggota yang penuh minat. Masa studinya di Seminari Traunstein tidak mulus semasa perang dunia II ketika ia terdaftar sebagai unit anti kapal udara di Munich. Dia meninggalkan pasukan Jerman pada akhir masa perang dan harus menjadi tahanan perang oleh pasukan Hitler tahun 1945.

Pendukung Kardinal Ratzinger mengatakan pengalamannya di bawah rezim Nazi mempengaruhi dia di dalam Gereja untuk menegakkan kebenaran dan kebebasan. Pandangan-pandangan Kardinal Ratzinger yang sangat konservatif dan tradisionalis sangat dipengaruhi oleh pengalamannya selama terjadi gelombang liberalisme tahun 1960-an. Pada tahun 1960 dia mendaftarkan diri di bangku Teologi Dogmatik pada di Universitas Tuebingen. Bagaimanapun, dia shock dengan popularitas Marxism di antara para kaum terpelajar dan mahasiswa.

Pengalaman Pembusukan Iman

Salah satu peristiwa yang terjadi di Tuebingen, yang mana para mahasiswa demonstran mengacaukan salah satu perkuliahan, sungguh menganggunya. Dalam pandangannya, agama yang disubordinasikan sebagai bagian dari ideologi politik dianggapnya sebagai tirani, brutal dan kejam. “Pengalaman tersebut sungguh-sungguh merupakan pembusukan iman bagiku yang harus segera dilawan dengan keras” tulisnya kemudian.

Dia berpindah ke Universitas Rogensburg di tempat kelahirannya di Bavaria tahun 1965, bahkan menjadi termashur menduduki jabatan wakil kepala. Dia diangkat menjadi Kardinal Munich oleh Paus Paulus VI tahun 1977.

Wolfgang Cooper, seorang komentator urusan religius di Jerman, khawatir jika Kardinal Ratzinger menjadi tidak disukai sebagai figur Paus. “Saya kira jika Kardinal Razinger menjadi Paus, ada jarak besar yang bisa muncul antara sosok kepemimpinan Gereja dan penegakkan iman”, ramal Cooper sebelum hasil konklaf diketahui. Kardinal Ratzinger seorang ilmuwan yang amat suka dengan diskusi intelektual, padahal banya orang Katolik menginginkan imam-imam dan uskup-uskupnya yang sebenarnya bisa menyentuh hati umat.

Nama Benediktus

Memilih nama merupakan tindakan yang sangat penting untuk Paus Baru karena bisa menunjukkan kepemimpinan macam apa yang telah memberi inspirasi Sang Paus baru. Dalam memilih Benediktus, yang artinya terberkati dalam Bahasa latin – Josep Ratzinger berkata kepada para Kardinal ketika konklaf bahwa pilihannya memang untuk menghormati Paus Benediktus terakhir yang dengan kepemimpinan kepausannya telah mampu mengakhiri Perang Dunia I.

Paus Benediktus XV yang kelahiran Italia dikenal sangat baik dalam karya diplomatiknya mengakhiri konflik dan kepemimpinannya sangat cerdas di masa-masa sulit. Dia berjuang untuk bersikap netral sepanjang masa jabatannya, pada tahun 1914 sampai 1922, pada masa di mana negara-negara Katolik menolak dan mengambil sikap oposisi terhadap perang. Dia memprotes melawan penggunaan senjata sebagaimana racun, gas dan merancang rencana untuk mengakhiri perang, beberapa yang termasuk di dalamnya ialah 14 persetujuan damai yang disepakati Presiden Woodrow Wilson pada Januari tahun 1918.

Nama Paus lain yang memakai nama Benediktus yang berpengaruh ialah Benediktus XIII (1724-1730), ialah seorang rahib Dominikan yang hidup sebagai seorang sederhana bahkan setelah dipilih. Dia sangat penuh perhatian daripada pendahulunya dan melanjutkan mengunjungi dan melayani orang sakit dan mati, meskipun dia sedang sibuk menjalankan tugas.

Memang, ada juga Paus yang memakai nama Benediktus yang memiliki masa kepemimpinan kurang mengembirakan, ialah:

- Benediktus VI (972-974), yang memimpin dengan masa kepemimpinan singkat setelah warga Roma melawan dia.
- Benediktus IX (1032-1045) yang digosipkan pada masa kepemimpinannya dengan sesuatu yang dilakukannya pada umur 12 tahun. Yang kemudian mengalami ekskomunikasi.
- Benediktus XI (1303-1304), yang menduduki tahta suci mengakhiri masa jabatannya ketika meninggal karena diracun di Perugia, diduga karena perintah Raja William of Nogaret. Dia dinyatakan Santo pada tahun 1773.

Monsigneur Roderick Strange, dari sebuah Kolose di Roma, menyatakan bahwa Kardinal Ratzinger memilih nama Benediktus karena sosok itu penting berkaitan dengan berakhirnya perang Jerman. “Dia adalah orang Jerman…Mengambil nama seseorang yang berpengaruh memenangkan perdamaian bagi negaranya, saya pikir sebagai sangat relevan, “katanya.

Benediktus XV dianggap pula sebagai administrator yang baik dan sebagaimana Paus Yohanes Paulus II, merupakan pemersatu antar orang. Dia memperjuangkan relasi baik dengan Muslim dan membangun dengan kuat hubungan dengan Gereja Orthodox. Turki membuat patung Benediktus XV di Istambul sebagai penghormatan kepada “sang pelindung umat manusia, tanpa memandang negara atau imannya”.

Dengan pemilihan nama itu, Kardinal Ratzinger mungkin juga memiliki pemikiran seperti Benediktus dari Norcia, rahib pada abad ke- 6 yang menjadi salah satu pendiri monastisisme barat dan sosok ideal santo dari Eropa. Kenyataannya bahwa hari pesta Santo Benediktus abad ke 18, tanggal 16 April, juga hari lahir Kardinal Ratzinger.

Benediktus merupakan salah satu nama Paus yang memiliki kekudusan seperti Paus Klemen, Innosensius dan Pius. Johanes merupakan nama yang paling populer diambil nama oleh 23 Paus. Ada dua, ialah Yohanes Paulus I dan Yohanes Paulus II, mengambil dua nama. Sementara untuk Gregorius ada 16 Paus, sebagaimana Benediktus sekarang ini.

Aneka Sambutan

Saat pemilihannya, masa tidak lagi mementingkan suka atau menolak doktrin-doktrin konservatifnya. Di Jerman, mereka berjalan dan berjejal di lapangan dekat menara kembar Munich, tempat dimana Kardinal Ratzinger ditahbiskan sebagai Uskup hampir 30 tahun yang lalu. Pemilihan Kardinal Ratzinger sebagai Paus Jerman pertama setelah ribuan tahun merupakan kehormatan besar bagi negara Jerman, negara yang sedang mulai membentuk jati dirinya di kancah internasional setelah masa trauma di abad ke-20.

Seorang bernama Martina Ertl seorang guru dari tempat kelahiran Kardinal Ratzinger, di Bavaria, mengaku keberatan dengan garis-garis keras Kardinal Ratzinger tentang aborsi, kontrasepsi dan homoseksualitas, “tetapi ini sungguh membanggakan, memiliki Paus dari Negara Jerman, “katanya. “Sungguh sangat baik untuk negara ini, “ kata Rene, seorang dekorator “Bahkan tetap baik untuk orang yang tidak memiliki iman dan agama seperti aku”. Dan diantara siapapun yang percaya, banyak dari mereka menyaksikan bagaimana karyanya ketika dia menjadi Uskup Munich, pemilihan Kardinal Ratzinger sebagai Paus merupakan berkat bagi Gereja dan Negara.” Sekalipun kritik menyerangnya karena pandangan-pandangannya yang disebut konservatif, memunculkan spekulasi bahwa tidak akan diminati warga Gereja di abad 21 yang lebih suka dengan doktrin-doktrin yang lebih fleksibel, tetapi Paus Benediktus XVI yang menginjak usia 78 tahun tentu cukup memiliki karisma untuk memberikan lebih banyak sentuhan afeksi.

“Orang-orang mengenal sosok Kardinal Ratzinger baik”, kata seorang perawat Bettina Utzschmidt, “memang beliau kelihatan agak berjarak sebagaimana tipe-tipe seorang akademis, tetapi saya kira hal itu hanya soal masalah bahwa seseorang tidak mengenalnya lebih lama dan lebih hangat kepada beliau. Dia tidak sekeras sebagaimana penampilannya”.

Tetapi banyak orang berharap bahwa Paus Benediktus XVI tetap pada jati dirinya sebagai akademisi teologi, yang mengajar di banyak Universitas terkenal di Jerman yang juga menuai banyak apresiasi. “Beliau sungguh seseorang pandai dan jika orang mengerti dan memahami secara hati-hati apa yang dikatakannya – tidak hanya menganggap sebagai sesuatu yang menyakiti atau menganggapnya sebagai tidak relevan, seseorang akan mendapati ide yang sangat bagus tentang pemikirannya dan imannya, “ kata Gabrielle Oettl, seorang penisunan. “Saya tidak menyangkal bagaimana dia membuat pernyataan-pernyataan yang sangat provokatif tentang masalah homoseksual – meskipun kita tidak bisa melupakan bahwa demikianlah sosok Gereja Katolik”, tambahnya. “Dialah orang beriman yang sejati, “kata Dr Michael Werner, seorang pengacara, “Dia membuat suatu pemikiran tetapi tetap tegas dalam menyikapi persoalan yang berkaitan dengan iman. Ini sungguh sangat-sangat bagus”.

Apapun yang terjadi, Paus baru Benediktus XVI telah terpilih dalam konklaf yang dihadiri para Kardinal sedunia. Dan kini tantangan dan harapan ditujukan kepadanya. Semoga Paus Benediktus XVI membawa perubahan yang berarti khususnya dalam Gereja Katolik dan menebarkan cinta kasih dan perdamaian kepada umat manusia di dunia. Vivia Il Papa !! (Ispirasi No. 9 Th. I, Mei 2005)