Pages

Wednesday, November 16, 2005

Da Vinci Code, Siapa Takut ?



Sudahkah anda membaca buku terjemahan baru karya Dan Brown berjudul The Da Vinci Code (TDVC) ? Tahukah anda bahwa buku itu sempat memicu kemarahan jemaat Kristiani termasuk Vatikan ? Memang buku yang sebelumnya terpampang di rak buku fiksi di berbagai toko buku ini, akhir-akhir ini sedang naik daun beralih ke tempat best seller. Anda pun bisa membacanya dengan membelinya seharga Rp 85.000.

Buku yang terlambat diterjemahkan di Indonesia ini telah mencatat berkali-kali cetak di berbagai negara. Pada tanggal 31 Maret 2003, Publishers Weekly, mencatat di Inggris, cetakan pertama buku itu terjual sebanyak 218.000 kopi dan pada cetakan keempat terjual sebanyak 262.000 kopi. Di Prancis, New York Times melaporkan bahwa terjemahan TDVC terjual sebanyak 400.000 kopi dalam tempo 7 bulan saja. Di Amerika, USA Todays mencatat buku itu cetakan pertamanya laku sebanyak 85.000 kopi. Setelah 9 bulan paska publikasi melonjak menjadi 4,5 juta kopi dan menjadi buku best seller untuk kategori buku novel dan non fiksi tentang agama, sejarah dan seni. Setelah selama 2 tahun penerbitannya, Stephen Rubin presiden penerbit Doubleday Broadway Publishing Group mengaku telah mencetak 25 juta buku dalam 44 bahasa untuk konsumsi seluruh dunia, sebagaimana dilaporkan Associated Press, 10 Maret 2005.

Buku TDVC membangun misteri di balik beberapa teori konspirasi. Bertutur tentang mitos-mitos seputar darah keturunan Yesus, Maria Magdalena, dan Holy Grail. Kisah-kisah tersebut dihubung-hubungkan dengan artis Renaisans, Leonardo da Vinci, hubungan rahasianya dengan Priory of Zion, dan pesan tersembunyi di dalam lukisan-lukisan Da Vinci, asal muasal the Knights of Templar, Opus Dei, Temple Church, Rosslyn Chappel, dan banyak hal lainnya. Salah satu yang menarik ialah tentang hubungan Yesus dengan Maria Magdalena yang kali ini akan dibahas.

Kontroversi Maria Magdalena

Sejak dulu dan selama-lamanya Maria Magdalena menjadi tokoh yang mengundang perdebatan. Ia menjadi pemeran antagonis yang menampilkan keterlibatan perempuan berkaitan dengan seks, feminisme dan Gereja. Kemunculan tokoh perempuan ini kembali marak melalui sebuah novel menarik berjudul The Da Vinci Code (TDVC), sebuah kisah yang bertutur tentang teologi, seni, rahasia komunitas dan Holly Grail. Sebuah novel yang membawa pembacanya pada pertanyaan misterius: Apakah Yesus dan Maria Magdalena sebagai suami istri ?

Pertanyaan tersebut memang bukanlah suatu premis baru. Tetapi tidak pernah mengoyahkan iman, tidak pernah membuat orang menjadi tidak beriman dan membela omongan sesat tersebut. TDVC merupakan sebagian kecil dari teka-teki tentang Maria Magdalena yang sudah ada sejak 2000 tahun silam.

“Maria Magdalena memang merupakan figur yang menarik di era Perjanjian Baru selain Yesus sendiri”, kata Charlotte Allen, pengarang The Human Christ: The Search for the Historical Himself. Sebagai orang yang pertama kali menyaksikan kebangkitan Yesus, Maria Magdalena merupakan tokoh penting dalam kisah kebangkitan. Selain itu, Kitab Suci memang memberikan sedikit titik kunci yang menantang mengenai keterlibatannya, yang hanya akan membuat ia semakin menarik diselidiki lebih lanjut.

Apakah Maria Magdalena merupakan tokoh menarik di abad seni dan kesusastraan, pekerja seks yang bertobat, pembawa kendi pualam, pengikut fanatik Yesus ? Atau sebagaimana ditulis dalam TDVC ia adalah istri Yesus, sahabat, murid terkasih, bahkan disebut sebagai rasul dari segala rasul ? Tetapi kebanyakan orang mengatakan seperti pengarang TDVC, Dan Brown. “Semula saya meragukan, setelah beberapa tahun dan menjalani separo penelitian, saya kemudian menjadi seorang yang percaya, “ kata Brown. Sebagaimana beberapa orang memahami bahwa empat kisah Injil dalam Kitab Suci bukan satu-satunya versi yang berkisah tentang Yesus, inilah titik tolak adanya kontradiksi. Maria Magdalena adalah contoh yang paling jelas. Keterlibatannya, katanya, sungguh berupaya disisihkan, oleh para Bapa Gereja awal. Hal ini, sekurang-kurangnya menempatkannya ke dalam sebuah misteri yang tidak dapat diotak-atik lagi. Inilah yang justru membuat Brown memunculkannya dan membuatnya menjadi terkenal serta menuai keuntungan. Brown percaya bahwa Yesus sungguh menikah dengan Maria Magdalena ? “Saya percaya”, katanya.

Lebih lanjut Charlotte Allen mengatakan, “Ketika saya masih anak-anak, saya selalu membayangkan bahwa Maria Magdalena memang sosok perempuan yang hebat, “ kata Allen lagi. “Karena ia adalah wanita cantik dengan rambut panjang merahnya. Dan faktanya memang dia adalah seorang perempuan jalang yang sangat berdosa, tetapi Yesus sungguh mencintainya. Dia adalah manusia biasa yang memiliki kerapuhan manusiawi. Seorang pelacur yang berhiaskan emas permata, ditemani seorang kusta dan budak lelaki. Dia memang perempuan yang menakjubkan. Saya sangat mencintainya”, kata Allen yang memang Katolik.

Tak salah bila Kitab Suci mengatakan bahwa Maria Magdalena sebagai seorang pekerja seks. Maria Magdalena disebut oleh Markus (15:40-41) dan Mateus (27:55-56) sebagai seorang perempuan yang berasal dari Galilea. Lukas (8:2) mengatakan bahwa tujuh setan (barangkali sejenis keboborkan mental) keluar dari dirinya. Kitab Suci melibatkannya ketika terjadi penyaliban Yesus, ia menyaksikan penyaliban dari kejauhan. Maria Magdalena memang bukanlah pemeran utama dalam kisah itu, kecuali ketika Injil menyebutkan bahwa ia sebagai saksi pertama Kebangkitan Yesus. Karena itu ia menjadi sosok yang harus dikritik dalam kisah Paskah.

Dalam Injil Yohanes (20: 16), Maria Magdalena yang sedang menangis menuduh Yesus sebagai seorang tukan kebun. “Yesus menyapanya, ‘Maria’. Dia menoleh ke arah Yesus dan berkata kepadanya, ‘Rabuni’ yang artinya Guru. Tetapi setelah menceritakan apa yang dilihatnya kepada para murid, dia tidak pernah disebut lagi dalam Kitab Suci.

Ada tiga sosok Maria dalam Kitab Suci Perjanjian Baru: Maria, ibu Yesus; Maria dari Betania saudara Lazarus dan Martha; dan Maria dari Magdalena. Yohanes menyebutkan Maria dari Betania meminyaki kaki Yesus dan membasuhnya dengan rambutnya. Dalam Lukas, wanita yang tidak diketahui namanya melakukan hal yang sama, tetapi yang satu ini disebut sebagai seorang pendosa. Dalam bab berikutnya, Lukas mengisahkan kisah Maria Magdalena dan setan-setannya.

Reputasi Maria Magdalena sebagai wanita asusila diperkuat oleh Paus Gregorius pada tahun 591, ketika menyatakan bahwa Maria Magdalena, Maria dari Betani dan pendosa itu, kenyataannya adalah perempuan yang satu dan sama. Hal ini berlangsung sampai tahun 1969 ketika Gereja memperbaiki mereka menjadi tiga pribadi yang sama sekali berbeda.

Gereja Kristen Ortodoks Timur tidak pernah menerima sosok Maria Magdalena yang tercemar. Tetapi menunjukkan sosoknya yang melulu baik. Menurut sebuah legenda, ia dan ibu Yesus pergi ke Efesus untuk mengajar. Informasi lainnya ketika di Roma ia muncul ketika jaman Kaisar Tiberius. Ketika ia menceritakan kisah kebangkitan kepada kaisar, kaisar menyangkal bahwa manusia tidak akan pernah bisa bangkit dari kematian sebagaimana telur tidak bisa berubah menjadi merah. Maria membawakannya sebutir telur dan telur itu berubah menjadi merah menyala. Sehingga banyak gambar-gambar kecil yang beredar melukiskan Maria Magdalena membawa sebutir telur, dan Gereja Kristen Ortodoks selalu melukiskan telur paskah berwarna merah.

Mitos Barat bahkan jauh lebih dramatis. Pemujaan terhadap Maria Magdalena dilakukan di Prancis selatan dimana ia diduga lari menyelamatkan diri dengan Lazarus dan saudarinya, Martha. Literatur Prancis awali mengisahkan kehadirannya di laut sekitar propinsi Prancis selatan. Hari Pestanya setiap tanggal 22 Juli, merupakan pesta besar di Prancis selama abad pertengahan. Beberapa hal menarik ditulis sampai masa Renaisans, ketika ia dianggap menjadi perempuan yang menghancurkan keseniaan dan moralitas Kristiani. Dia menjadi sosok yang amat sangat bertolak belakang dengan Perawan Maria, ialah pelacur yang mengaku menyesal kepada Perawan Maria. Ia selalu tampil memiliki rambut merah panjang dan memakai pakaian dan membawa kendi batu pualam yang berisi minyak mahal.

Pada abad 19, Maria Magdalena merupakan tokoh prostitusi dan ia menjadi sosok santa yang mereformasi prostitusi dan percobaan-percobaan seksual. Maria Magdalena ditampilkan dalam sebuah film di Irlandia sebagai seorang ibu yang tidak menikah dan perempuan tidak taat yang ditahan oleh orang tuanya. Maria Magdalena ditampilkan sebagai sosok khas dalam budaya populer, mengeneralisir bidaah dan kemunafikan. Dalam Jesus Christ Superstar dan The Last Temptation of Christ, dia adalah sesosok membius bagi penyanyi dan pencipta lagu Tori Amos, yang percaya bahwa Maria Magdalena sama Illahinya dengan Perawan Maria. “Saya sungguh percaya bahwa ia menjadi jembatan suci menuju Kristus. Jika hal itu terjadi akan terjadi sebuah planet yang berbeda sekarang ini, karena dunia kaum perempuan memang berbeda”.

Aneka Komentar

TDVC yang menampilkan sisi lain tentang Maria Magdalena, memunculkan debat dalam internet. Lebih dari 500 pembaca berkomentar mengenai TDVC melalui Amazon.com, antara lain:

- sungguh merubah opiniku tentang Kitab Suci dan Gereja Katolik
- protesku terhadap buku ini ialah hanya memfiksikan kehidupan nyata seseorang dan menuliskan kembali sejarah dalam cara yang berbeda sekaligus mencoba menjatuhkan Kekristenan.
- ini adalah salah satu buku (jika bukan buku yang sangat-sangat baik) yang saya baca. Yang membawaku pada penilaian bahwa ini adalah buku terbaik kedua setelah Kitab Suci. Jadi TDVC dalam banyak cara merupakan eksplorasi yang sangat dalam terhadap Kitab Suci
- Saya tidak pernah membaca buku yang merupakan kombinasi terpisah antara sama sekali tanpa dasar dan sekaligus tidak benar seperti ini dalam hidupku.

Novel David Brown ini menjadi semacam turunan secara literer dan spiritual dari novel Holy Blood, Holy Grail, yang ditulis Miichael Baigent and Richard Leigh pada tahun 1982. Di mana Brown hanya memainkan salah satu karakter kunci bernama Maria Magdalena yang justru memunculkan perdebatan tak berguna dan memojokkan Gereja. Seperti yang dilakukan Leigh Teabing, Dan Brown seolah hanya sebagai pengarang yang mengubah nama saja.

Novel Holy Blood menampilkan fakta dan gosip yang berpusat pada rahasia suatu komunitas bernama The Prieure de Sion, yang diduga didirikan pada abad ke-12 oleh seorang pengkotbah bernama Godfroi de Bouillion dan omong kosong besar-besaran mengenai tokoh-tokoh abad tersebut seperti Leonardo da Vinci dan Isaac Newton. Buku ini bertutur tentang tokoh imam Prancis selatan di abad 19 bernama Abbe Sauniere, yang mengaitkan kehidupannya sebagai keturunan Yesus, Maria Magdalena dan dinasti Merovingianan Prancis abad ke-7. Kisahnya mencampur adukkan beberapa tokoh termasuk Knights Templar, the Holy Grail dan bahkan Raja Arthur.

Seseorang bernama Margaret Starbird, seorang Katolik yang saleh membaca Holy Blood 18 tahun yang lalu berkomentar, Itu hanyalah buku bidaah yang tidak religius, profan dan sama sekali tidak suci. “Saya seorang wanita Katolik yang saleh, mengajar Pendidikan Religius Katolik. Saya sungguh-sungguh tidak menginginkan buku ini. Buku ini hanya akan mengoyahkan imanku”. Dan dia mulai meneliti buku bidaah itu sendiri. Dan kesimpulannya, “Semakin jauh saya membacanya, semakin saya terpengaruh. Buku itu mencoba menunjukkan bukti-bukti. Tetapi saya cepat-cepat mengamankan perasaan dan kepercayaanku pada Gereja. Saya tidak rela buku bodoh itu kelak dianggap benar. Saya hanya ingin buku itu dicap sebagai bidaah yang tak berguna.

Kebenaran Kitab Suci

Banyak sarjana Kitab Suci yang berpendapat bahwa, Maria Magdalena-Sion-Holy Grail masih rawan dipersoalkan dengan aneka faktor X dan banyak kemungkinan teori konspirasi lainnya.

Maria Magdalena sangat siap untuk dibahas, “Dia adalah figur sejarah yang layak diperbincangkan ketika saatnya tiba”, kata Dan Brown. Sejarah bagi Brown, ditulis oleh kaum penguasa, masyarakat dan sistem kepercayaan yang kuat. Sekalipun dengan bias, tetaplah harus dicari ketepatannya dengan menguji bagaimana keterkaitannya dengan rahasia sejarah yang sebenarnya. Dan Brown lewat novelnya hendak mengajak para pembaca bukunya memiliki sikap kritis terhadap sosok Maria Magdalena yang misterius itu. “Saya tidak memiliki kepentingan pribadi apapun. Biarkan sejarah menuturkan sejarahnya sendiri, “ kata Dan Brown ngotot.

“Yesus memiliki misi. Saya tidak percaya Dia memiliki istri dan keluarga yang diketahui hanya dari apa yang terjadi padanya dalam konteks melulu sebagai hal yang sangat manusiawi, misalnya menikah", kata Margaret George.

Margaret George pengarang buku Mary, Called Magdalene membuang jauh-jauh segala macam dugaan yang hanya berdasar pikiran manusia untuk menafsirkan Kitab Suci dalam buku karangannya. Tidak seperti Dan Brown dalam TDVC. Memang tulisannya kemudian diejek sebagai traktat suci, mengoncangkan, membaharui atau sekedar lelucon saja. “Tetapi saya menulis sesuatu berdasarkan garis dokumentasi sejarah hidup Yesus. Saya hanya ingin menunjukkan karakter-karakter sejarah dan menempatkan tokoh-tokoh itu pada tempatnya, sebagaimana dasar-dasar yang diceritakan para rasul”.

Dalam novel itu George menceritakan bagaimana Yesus menyuruh roh-roh jahat keluar untuk meninggalkan Maria Magdalena dan kemudian ia menjadi pengikut yang fanatik dan sahabatNya. Novel itu memang menyinggung bahwa Maria Magdalena jatuh cinta dengan Yesus tetapi tidak ada sisi romatis, dan tidak ada pernikahan antara keduanya.

“Secara realistis, saya ingin mengimajinasikan bahwa ia sebagai seseorang yang memiliki semangat kemuridan yang loyal terhadap Yesus”, katanya, “Yesus sendiri memiliki kepercayaan khusus dan mengajarnya. Sampai-sampai Yesus memilih mewahyukan diriNya sendiri, hanya kepada Maria Magdalena di taman setelah kebangkitanNya. Jelasnya, Yesus memiliki hubungan khusus dengan Maria Magdalena dan percaya padanya dengan sungguh-sungguh. Tetapi lebih dari itu, saya tidak tahu. “

Pastor Thomas Kalita, imam dari Paroki St. Petrus di Olney, Amerika menyangkal dengan keras aneka diskusi tentang Yesus sebagai seorang yang menikah: “Tradisi Gereja Katolik menegaskan bahwa Yesus memelihara keperawananNya melalui seluruh hidupNya. Dia adalah seorang yang tidak menikah dan tidak memiliki hubungan seksual samasekali."

Pastor Thomas berpendapat bahwa kebanyakan orang pun lebih cenderung mempercayai Kanon Kitab Injil ialah Matius, Markus, Lukas dan Yohanes dan mengabaikan konteks sejarah dan teks-teks lain yang tidak termasuk dalam Kanon Kitab. Maria Magdalena menjadi terkenal akhir-akhir ini karena ingin memberikan nuansa feminis yang muncul sejak awal Gereja, bukan karena sosok Maria Magdalena itu sendiri.

Imam yang menyandang gelar Doktor Teologi Biblis itu mengatakan, “Maria Magdalena jelas-jelas memainkan suatu peran khusus. “Dalam kalender liturgi, setiap santo atau santa memiliki kisah tersendiri. Maria Magdalena pun memiliki gelar unik, sebagai “Murid Yesus”. Kesimpulan yang dapat ditarik darinya ialah, Maria Magdalena sejauh ini adalah murid yang istimewa dan merupakan model bagi siapa saja yang bertobat dan ingin mengikuti Yesus.

Sebuah pertobatan dari hasil penelitian Kitab Suci dalam 20 tahun terakhir telah menyimpulkan adanya peran perempuan sejak awal munculnya Kekristenan. Semakin banyak ahli kitab yang mempercayai bahwa perempuan mengambil peran sebagai pemimpin, diakon, guru, pengkotbah dan salah satunya yang terpenting adalah Maria Magdalena.

Beberapa kesimpulan itu didasarkan dari pembacaan kembali Kitab Suci. Beberapa lagi didasarkan bukan dari Kitab Suci, ialah teks-teks kuno. Injil tentang Maria baru ditemukan pada tahun 1896. Teks Nag Hammadi ditemukan baru pada tahun 1945 dan berisi pemikiran abad ke-2 dan ke-3, termasuk di dalamnya termasuk Injil Filipus dan Tomas yang ditolak Gereja Katolik dan tidak termasuk dalam Kanon Kitab Suci yang resmi.

Akan tetapi Petrus dan Bapa Gereja lainnya menyingkirkannya pada abad ke-2, kata Karen King, profesor Kekristenan kuno dari Harvard Divinity School. Karen mengatakan bahwa “mereka memisahkan antara Tradisi dengan kekolotan dan bidaah, “ katanya. “Mereka membedakan secara tegas antara Maria ibu Yesus dengan Maria Magdalena yang hanya muridNya. Tetapi mereka membersihkan nama Maria Magdalena dengan memberinya gelar sebagai seorang pelacur yang bertobat. Pertobatan besar inilah yang membuat Maria Magdalena layak disebut sebagai rasul yang memiliki sosok murid Yesus." Dengan demikian, kisah Maria Magdalena semacam memberi gambaran kepada pembaca Injil untuk memahami bagaimana sikap Yesus kepada perempuan.

Menolak The Da Vinci Code

Meskipun TDVC laku keras sebanyak ribuan bahkan jutaan di berbagai belahan dunia dalam 44 bahasa, tak sedikit yang mengutuknya. Mereka membaca untuk menolak. Seorang kepala paroki dari Gereja Saint-Sulpice, Prancis bernama Paul Roumanet, tidak tertarik untuk membaca buku bidaah semacam itu. Karena dia dan staffnya menerima sharing dari para pembaca dalam bahasa Inggris dan Prancis yang mengatakan bahwa buku TDVC sangat kontras dengan iman, merusak dan sungguh-sungguh bidaah sesat. Bahkan karena jengkelnya, jika Gerejanya disumbang sebesar 10 persen dari hasil penjualan buku itu, Pastor Paul Roumanet mengatakan, “Saya tidak akan pernah mau menerimanya, jika Dan Brown melakukannya”.

Yang dilakukan Brown sungguh sangat kontroversi. Riset dan spekulasinya hanya menuai protes dari para sejarawan dan teolog dari Gereja Katolik Roma, Vatikan dan kaum Protestan Konservatif, yang mengatakan apa yang dilakukan dan Brown sebagai salah dan mengacaukan Kekristenan. Buku TDVC sendiri telah di serang dengan buku-buku lain anti Da Vinci seperti: The Da Vinci Hoax, De-Coding Da Vinci dan Truth and Fiction in The Da Vinci Code. Buku-buku anti TDVC hendak menjungkirbalikkan segala gagasan imajiner, tak berdasar dan tak benar dari karya Dan Brown. Bahkan Alessandro Vezzosi, direktur musium Leonardo di Florencce, Italia akan menunjukkan dan memproduksi foto-foto dan dukumen-dokumen sebagai bukti valid untuk menyangkal dan mempersalahkan segala tulisan yang ada dalam TDVC.

Kelompok Opus Dei yang dilecehkan dalam novel TDVC melalui Brian Finnerty, direktur komunikasi Opus Dei Amerika mengirim teguran keras kepada penerbit Doubleday untuk menghapus tulisan "FACT" pada sampul buku TDVC. “Karena hal itu hanya akan membuat pembaca bingung dan pusing untuk menentukan apakah TDVC sungguh fakta atau sekedar fiksi konyol. Kami juga meminta agar penulisnya segera melakukan koreksi atas kebohongan yang ditulisnya” lanjut Finnerty.

Pastor John Sewell dari Gereja Yohanes Rasul, Memphis Timur, Amerika, menyebut TDVC sebagai bidaah yang nikmat. “Saya menganggap buku ini sebagai percakapan teologis, bukan sebagai kuliah dan bahan pengajaran. Saya sadar ini penting bahwa orang Kristiani tahu apa yang dia percayai dan mengapa. Percakapan-percakapan dalam novel ini menjadi bagian dalam proses tersebut. Saya bisa memahami beberapa orang akan terancam imannya dengan membaca buku ini, buku ini bisa merusak dan menggoyahkan iman seseorang pada Yesus. Saya pikir setiap orang ingin kepastian. Lawan dari iman adalah kepastian. Gereja Katolik kita memang sedang mengalami guncangan perubahan. Iman umat sedang dipertanyakan. Ini terjadi di Gereja Katolik manapun,” katanya. “Tetapi ini bukan ancaman. Ini adalah peluang dan kesempatan. Kita dipanggil untuk mengamankannya secara kreatif dan inilah yang saya ingin lakukan”, katanya di hapadan para pembaca TDVC yang diundangnya di aula Parokinya.

Membaca buku TDVC iman kita bisa goyah. Tetapi semoga saja tidak. Apalagi kalau iman kita kuat. Apalagi kalau yang diterjemahkan dan yang kita baca bukan hanya buku TDVC saja, tetapi juga buku anti TDVC yang sekarang banyak terbit dan menyerang balik isi TDVC. Sayang, penerbit di Indonesia agaknya tidak akan pernah menterjemahkan dan menerbitkan buku-buku anti TDVC. Jadi, membaca The Da Vinci Code, siapa takut…..?