Pages

Monday, April 16, 2007

Jesus Of Nazareth, Buku Baru Paus Benediktus XVI


Paus Benediktus XVI mempersembahkan perenungan pribadinya terhadap hidup dan karya Yesus Kristus dalam buku perdananya dalam jabatan Paus. Ia mengkritisi kekejian eksploitasi kapitalisme terhadap kaum miskin, sekaligus mengutuk ketiadaan Tuhan dalam Marxisme.

Dalam buku berjudul Yesus Dari Nazareth yang diluncurkan perdana Jumat 13 April 2007, Paus Benediktus menyentuh tema-tema yang sedang marak dalam dua tahun terakhir masa jabatannya, ialah lemahnya spiritualitas kehidupan materialistik modern, di mana manusia seolah bisa melakukan apapun tanpa Tuhan.

Buku tersebut juga menunjuk beberapa hal yang menjadi perhatian Paus Benediktus sejak beliau menduduki jabatan dalam Kongregrasi untuk Ajaran Dan Iman, saat beliau mengkritisi teologi pembebasan – ialah teologi keselamatan sebagaimana pembebasan dari ketidakadilan yang terkenal di Amerika Latin. Paus Benediktus menekankan bahwa buku tersebut, yang mulai ditulis tahun 2003 saat masih menduduki jabatan sebagai Kardinal Joseph Ratzinger, merupakan ungkapan pribadinya dalam pencarian wajah Tuhan dan memang merupakan bagian dari ajaran Gereja Katolik Roma. “Setiap orang bebas, sekalipun harus bertentangan dengan saya”, kata beliau.

Paus Benediktus, teolog yang produktif sebelum dia menjadi Paus – menjelaskan bahwa Injil yang di dalamnya memuat pelayanan publik Yesus, memberi dasar bagi iman Kristiani bahwa Yesus adalah Tuhan

Paus benediktus menuliskan, Apa yang sungguh-sungguh dibawa oleh Yesus, jika Ia tidak hanya membawa damai bagi dunia, kebaikan untuk semua dan dunia yang lebih baik? Jawabnya sungguh sangat sederhana: Yesus membawa Tuhan. Yesus membawa Tuhan Allah Yang Esa yang secara bertahap mewahyukan diri pertama kali kepada Abraham, lalu kepada Musa dan para nabi, lalu dalam kitab kebijaksanaan – Tuhan yang menampakkan wajahNya hanya di Israel, yang juga dimuliakan di antara kaum penyembah dalam aneka rupa. Inilah Tuhan, Tuhan Allah Abraham, Iskak, Yakob, adalah Tuhan yang sesungguhnya, yang dihadirkan kepada umat manusia di dunia. Yesus menghadirkan Tuhan dan sekarang kita melihat wajahnya, sekarang kita dapat menyapanya. Sekarang kita tahu bagaimana manusia ada di dunia. Yesus telah membawa Tuhan dan dengan Tuhan Allah yang benar kita tahu kemana dan darimana asal kita, tak lain dari iman, harapan dan kasih.

Sebagaimana kutipannya sebagai berikut: The great question that will be with us throughout this entire book: But what has Jesus really brought, then, if he has not brought world peace, universal prosperity, and a better world ? What has he brought ? The answer is very simple: God. He has brought God ! He has brought the God who once gradually unveiled his countenance first to Abraham, then to Moses and the prophets, and then in the wisdom literature—the God who showed his face only in Israel, even though he was also honored among the pagans in various shadowy guises. It is this God, the God of Abraham, of Isaac, and of Jacob, the true God, whom he has brought to the peoples of the earth. He has brought God, and now we know his face, now we can call upon him. Now we know the path that we human beings have to take in this world. Jesus has brought God and with God the truth about where we are going and where we come from: faith, hope, and love.

Buku setebal 448 halaman itu akan diedarkan di Jerman, Italia dan Polandia pada 16 April 2006 bertepatan dengan ulang tahun Paus. Versi bahasa Inggrisnya akan terbit tanggal 15 Mei dan akan diterjemahkan dalam 16 bahasa lainnya. Buku tersebut merupakan edisi pertama dari dua jilid yang diterbitkan oleh penerbit Itali Rizzoli, kata Benediktus yang saat ini masih menyelesaikan terbitan kedua tentang kelahiran Yesus, penyaliban dan kebangkitanNya.“Yesus dari Nazareth” membahas hal-hal penting tentang kehidupan dan pelayanan publik Yesus, termasuk seluruh bagian tentang sabda di bukit, saat Yesus memuliakan kaum miskin, yang lemah lembut dan yang kelaparan dengan ungkapan “Bahagia”.

Benediktus kemudian merefleksikan bagaimana sabda tersebut tetap relevan bagi dunia jaman sekarang.“Setelah sejarah pengalaman panjang dengan penguasa totaliter, setelah masa-masa penuh dengan cara-cara sadis di mana penguasa menginjak-injak manusia lain, melecehkan, memperbudak dan memangsa kaum yang lemah, kita semua tahu apa yang baru untuk mereka yang kelaparan dan haus akan keadilan’, tulis Benediktus.

Dihadapkan dengan pembusukan kekuatan ekonomi, dengan kekejaman kapitalisme yang merendahkan manusia hanya sebagai barang saja, kita harus mulai melihat secara jelas telah terjadi ketidaksejahteraan dan kita tahu, bagaimana Yesus memperingatkan kita mengenai pentingnya kesejahteraan. Benediktus menegaskan pesan tersebut di bab lain, berupa perumpamaan biblis tentang orang Samaria dan pentingnya mengasihi sesama satu sama lain.

Pada bagian ini, Benediktus mengutuk kaum kaya yang menindas Afrika dan Negara Dunia Ketiga secara material dan spiritual, melalui penjajahan. Paus juga mengkritik gaya hidup orang kaya, yang mengkonsumi narkoba, memperdagangkan manusia, wisata seksual, dan aneka penghancuran harkat hidup manusia, yang hanya mementingkan kepentingan material belaka. Negara-negara kaya yang terus-menerus merugikan negara dunia ketiga dengan memberikan hutang yang seharusnya bantuan semacam itu sudah menjadi kewajiban, “Bantuan semacam itu jauh dari sikap relogius moral dan struktur sosial yang seharusnya dan hanya merupakan mentalitas pemberian yang tidak ada artinya”, tulis Benediktus.

Di bab lain, Benediktus mengkritik Marxisme, menganggapnya meniadakan Tuhan dalam kehidupan. “Saat Tuhan dianggap sebagai keillahian yang sekuder, yang dapat sewaktu-waktu atau secara tepat digunakan untuk hal-hal yang lebih penting saja, sungguh sesuatu yang keliru. Pengalaman kaum Marxis telah memperlihatkan hasil yang buruk”

Sebaliknya Benediktus memuji ajaran sosial Yesus yang adil, sangatlah kurang tepat menyimpulkan bahwa Benediktus menempatkan pandangan Yesus sebagai seorang reformis sosial sebagaimana yang disebut teologi pembebasan” , kata Kardinal Christoph Schoenborn, uskup Vienna dan sahabat baik Paus.

Beberapa unsur tentang teologi pembebasan sangatlah berbeda dengan ajaran Gereja karena ajaran tersebut menempatkan Yesus melulu sebagai pembebas sosial. Vatikan menunjuk teologi pembebasan didasarkan pada analisa sosial Marxisme – khususnya gagasan mengenai perjuangan kelas untuk perbaikan hidup sosial, politik dan keadilan ekonomi untuk kaum miskinKardinal Schoenborn mengacu pada pemikiran Benediktus mengenai teologi pembebasan, saat Vatikan mempromosikan buku tersebut dengan mengatakan, “Penggambaran Yesus dalam aneka macam khayalan seperti Yesus sebagai Sang revolusioner, sebagai reformis sosial yang moderat, sebagai kekasih gelap Maria Magdalena dan lain sebagainya…perlahan-lahan akan terkubur dalam peti mati sejarah” Saat ditanya tentang perenungan Benediktus tentang teologi pembebasan, Schoenborn memberi catatan bahwa Paus "akan secara khusus memberi penerangan tentang teologi pembebasan yang benar, saat Paus mengunjungi Brazil 9-14 Mei nanti.

Sekalipun Yesus dari Nazareth merupakan buku pertamanya sejak menjabat Paus, beliau sebenarnya telah menulis lusinan buku yang mengulas berbagai unsur teologi dan ajaran Gereja. Buku yang diluncurkan Paus dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kelahirannya ke 80 tahun, tepatnya tanggal 16 April 2007 merupakan catatan reflektifnya mengenai hidup Yesus. Koran Italia, Corriere della Sera dan mingguan berbahasa Jerman, Die Zeit menuliskn bahwa buku tersebut merupakan bagian pertama dari dua bagian, berisi 10 bab, berisi tentang Paus yang mengikuti Yesus sejak pembaptisanNya di Sungai Yordan hingga perubahan rupaNya.

Menarik sekali dalam kata pembukaan, Paus Benediktus mengatakan bahwa isi buku tersebut bukan dokumen ajaran yang dogmatis tetapi merupakan buah tafsiran dan meditasi pribadi, dan memberi kesempatan pembaca untuk: bebas tak sependapat. (A. Luluk Widyawan, Pr, disarikan dari berbagai sumber: Associated Press dan Catholic News Agency)