Pages

Saturday, April 30, 2011

Menghayati Liturgi, Mengamalkan Kasih

Umat Katolik baru saja merayakan Hari Raya Paskah. Hari Raya Paskah dikenal sebagai perayaan terpenting dalam tahun liturgi Gereja. Bagi umat Katolik, Paskah identik dengan Yesus, yang dipercaya telah disalib, wafat dan dimakamkan, dan pada hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati. Paskah merayakan hari kebangkitan tersebut.

Rangkaian upacara sejak masa Pra Paskah hingga Pekan Suci, Tri Hari Suci dan Hari Raya Paskah merupakan satu perayaan berkelanjutan dari satu misteri Paskah. Perayaan liturgi itu dirayakan dan dijalin dengan tanda-tanda, simbol-simbol, kata-kata ritus serta lagu-lagu dan musik yang beberapa bersifat normatif dan tak berubah. Tidak mengherankan ada orang-orang yang mengatakan liturgi di Gereja Katolik itu panjang, melelahkan atau membosankan. Di antara mereka ada yang mengatakan mengantuk saat mengikuti upacara, melamun, tidak mempunyai perhatian, kurang bersemangat dan kurang berkesan.

Liturgi

Dalam liturgi, Yesus yang bertindak sebagai, Kepala dan Tubuh. Sebagai Imam Agung kita, Ia merayakan dengan tubuhNya, yaitu Gereja, baik di surga maupun di bumi. Gereja di dunia merayakan liturgi sebagai umat imami, setiap orang bertindak menurut fungsinya masing-masing dalam kesatuan dengan Roh Kudus. Orang-orang yang dibaptis menyerahkan diri mereka dalam korban rohani, para pelayan yang ditahbiskan merayakan sesuai dengan tugas yang mereka terima bagi pelayanan seluruh anggota Gereja, para Uskup dan Imam bertindak atas nama Pribadi Kristus, sang Kepala.

Perayaan liturgi dirayakan dan dijalin dengan tanda-tanda dan simbol-simbol yang artinya berakar dalam penciptaan dan budaya manusia, ditentukan dalam peristiwa-peristiwa Perjanjian Lama dan diungkapkan secara penuh dalam Pribadi dan karya Kristus. Tanda-tanda Sakramental itu berasal dari ciptaan (cahaya, air, api, roti, anggur, minyak), yang lainnya berasal dari kehidupan sosial (mencuci, membasuh kaki, mengurapi dengan minyak, memecah roti), beberapa yang lainnya lagi berasal dari sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama (ritus Paskah, korban, penumpangan tangan, pengudusan). Tanda-tanda ini, yang beberapa bersifat normatif dan tak berubah, diambil oleh Kristus dan dipakai untuk tindakan penyelamatan dan pengudusan

Tindakan dan kata-kata sangat erat berhubungan dalam perayaan Sakramen. Bahkan walaupun tindakan simbolis itu sendiri sudah menjadi bahasa pada dirinya sendiri, masih perlulah kata-kata ritus menyertainya karena menghidupkan tindakan tersebut. Kata-kata liturgis dan tindakan itu tidak terpisahkan sebab keduanya merupakan tanda-tanda yang bermakna dan melaksanakan apa yang ditandakan

Demikian pula lagu-lagu, lagu-lagu dan musik sangat erat berhubungan dengan perayaan liturgi, perlulah memperhatikan beberapa kriteria: syairnya harus sesuai dengan ajaran Katolik, lebih baik kalau diambil dari Kitab Suci dan sumber-sumber liturgi, harus merupakan ungkapan doa yang indah. Lagu dan musik harus mendorong partisipasi aktif orang-orang yang hadir dalam perayaan liturgi, harus mengungkapkan kekayaan budaya Umat Allah dan ciri khas perayaan yang sakral dan agung.

Ritus dan Kasih

Dalam liturgi Yesus bertindak sebagai, Kepala dan Tubuh, Ia merayakan dengan tubuhNya. Maka umat sebagai tubuhNya ikut mengambil bagian dalam karya keselamatan-Nya, terutama dalam Misteri Paskah-Nya yang dihadirkan kembali di dalam liturgi. Karena kuasa kasih dan kebangkitan-Nya, Yesus memberikan kesempatan kepada umat untuk ikut mengambil bagian dalam peristiwa yang mendatangkan keselamatan. Misteri Paskah ini nyata dalam Perayaan Ekaristi, yang menghadirkan korban Yesus yang satu dan sama, oleh kuasa Roh Kudus. Maka, umat yang merayakan liturgi, yang ikut mengambil bagian dalam karya keselamatan-Nya sebaiknya tidak mengantuk, melamun, tidak mempunyai perhatian, atau kurang bersemangat.

Umat yang mengeluhkan liturgi justru perlu mendapatkan bantuan untuk lebih memahami seluk beluk liturgi atau katekese liturgi dari Komisi Liturgi, seksi liturgi di Paroki / Stasi atau kelompok kecil umat. Memang banyak pengalaman bermunculan dari praktek liturgi. Ada pengalaman bagus, ada juga yang buruk. Katekese liturgi dapat diberikan dalam rupa telaah telogis dan telaah praktek liturgis. Lewat suatu pendidikan liturgi, umat dapat memahami pendasaran liturgiologis, biblis, teologis, data historis dan tentunya pendekatan pastoral.

Umat perlu mendapatkan pemahaman bahwa dalam liturgi Yesus hadir dan membagikan rahmat-Nya, yang menjadi sumber kehidupan rohani. Maka liturgi didahului oleh pewartaan Injil, iman dan pertobatan yang mengantar agar umat menghayati perayaan liturgi. (Katekismus Gereja Katolik, 1071, 1072). Apabila umat mengetahui makna liturgi, menerimanya dengan iman dan menanggapinya dengan pertobatan, maka akan menghasilkan buah dalam kehidupan sehari-hari. Liturgi bersumber pada Allah, menjadi sumber dan puncak kegiatan Gereja. Melalui liturgi, Gereja menimba kekuatan untuk melaksanakan pembaharuan di dalam Roh, misi perutusan dan menjaga persatuan umat. (Konstitusi tentang Liturgi Suci, 12).

Katekese liturgi hendaknya menjelaskan bahwa Yesus telah memberikan amanat dalam Perjamuan Malam terakhir, “perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku”. Ia memberi amanat untuk melaksanakan suatu perayaan liturgis sebagaimana dilakukanNya pada Perjamuan Malam terakhir. Ia juga memberi amanat untuk melakukan karya cinta kasih bagi sesama, sebagaimana diteladankanNya dengan cara simbolis membasuh kaki para murid. Ada keterkaitan utuh di antara, cultus dan caritas dari amanat Yesus. Ritus atau cultus yang dipahami dan dihayati dengan baik, menjadi sumber yang mengantar umat beriman mengamalkan kasih atau caritas, kepada sesama. (Surabaya Post, 29 April 2011)