Pages

Monday, January 23, 2012

Perjuangan Menegakkan Hak Asasi Manusia

Perjuangan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) masih tampak buram. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi masih relatif tinggi dan beragam. Pelanggaran tersebut berupa tindakan kekerasan yang berlatar belakang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum atau aspek lain. Pelanggaran HAM bukan hanya menimbulkan trauma bagi korban, tetapi berdampak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ironisnya, banyak pelanggaran HAM tak tersentuh penyelesaian secara hukum.

Komnas HAM per Januari sampai Oktober 2011 mencatat ada 3.780 kasus pelanggaran HAM. Tren ini meningkat 14,37% dibanding tahun lalu. Adapun kasus pelanggaran HAM yang cukup serius misalnya, kasus kekerasan di Papua dan di tempat lain, konflik perburuhan, SARA, mafia peradilan, rendahnya keberpihakan kebijakan negara terhadap masyarakat sipil, buruknya layanan publik maupun praktek diskriminasi terhadap kelompok rentan.

Perjuangan menegakkan HAM masih panjang. Namun, urusan penegakkan HAM bukan hanya tugas negara. Gereja perlu mewartakan keselamatan kepada manusia. Karena dalam Gereja, harkat pribadi manusia mendapat peran yang sentral dan menentukan. Paus Yohanes XXIII pernah menegaskan bahwa prinsip pokok keterlibatan sosial Gereja adalah bahwa manusia sebagai pribadi, merupakan dasar, sebab dan tujuan yang utama. Martabat manusia harus diakui dan dipertahankan. (Mater et Magistra, 219).

Berbicara tentang manusia, Kitab Suci menyebutkan bahwa manusia itu diciptakan Tuhan seturut citra Tuhan sendiri. Manusia mampu mengenal dan mengasihi Penciptanya. Oleh Tuhan, manusia ditetapkan sebagai tuan atas segala mahluk di dunia ini, untuk menguasai dan mengelola, sambil meluhurkan Tuhan sendiri. (Gaudium Et Spes, 12). Setiap pribadi manusia itu berbeda-beda bakat dan kemampuannya, namun Tuhan menganugerahkan martabat yang sama kepada setiap orang. (Rerum Novarum, 24, 28).

Manusia terdiri atas jiwa dan raga itu. Unsur-unsur jasmaniah itu mencapai taraf yang tertinggi, ketika manusia mampu secara bebas memuliakan Tuhan. Atas dasar itu manusia tidak boleh meremehkan tubuh jasmaninya. Aspek kemanusiaan yang juga menjadi perhatian ialah aspek hati nurani. Hati nurani merupakan suara yang menyerukan apa yang baik dan untuk menghindari apa yang jahat. Atas kesetiaan terhadap hati nurani ini, umat kristiani bersama dengan sesama manusia mencari kebenaran dan berupaya untuk memecahkan pelbagai permasalahan. (Gaudium Et Spes, 14-16).

Pada awalnya, perjuangan Gereja menegakkan HAM terasa kuat dalam dimensi kerja. Hidup manusia terbangun setiap hari melalui kerja. Dari kerja, manusia menemukan harga dirinya. Namun, pada saat yang sama, kerja mengandung perjuangan, kepedihan, penderitaan serta ketidakadilan bagi manusia.

Di masa kini, ancaman terhadap martabat luhur manusia disebabkan oleh berbagai jenis ateisme. Akibat peradaban yang sarat dengan materialisme, manusia kesulitan mengalami dekat dengan Tuhan. Ateisme sistematis mendorong hasrat manusia untuk otonom dari campur tangan Tuhan dan bebas, yang berarti manusia menjadi tujuan bagi dirinya sendiri. Selain itu, materialisme tidak menghormati hidup, kebebasan dan martabat manusia. Manusia diperlakukan lebih sebagai alat produksi daripada subyek kerja. Konsumerisme lebih menekankan selera sendiri, sedangkan kenyataan manusia sebagai pribadi yang berakal budi dan bersifat bebas tidak dihiraukan. Padahal tidak dapat dibenarkan, cara hidup yang sasarannya hanya supaya manusia memiliki sesuatu, melalui konsumsi yang bersifat artifisial. Ketika manusia berlomba mememiliki dengan mengeruk keuntungan, sebagian lain harus menanggung kerugian berupa penderitaan martabat manusia.

Ancaman baru terhadap kehidupan dan kemanusiaan bukan hanya kemiskinan, kelaparan, kekerasan dan wabah penyakit. Namun juga segala hal yang berlawanan dengan kehidupan itu sendiri, seperti pembunuhan, penumpasan suku, pengguguran, euthanasia, bunuh diri, penyiksaan mental, paksaan psikologis, pemenggalan anggota badan, pengasingan, perbudakan, pelacuran, perdagangan manusia, perempuan, anak dan kondisi kerja yang merendahkan martabat manusia. Hasil akhirnya adalah kaburnya nilai-nilai moralitas dan buramnya hati nurani.

Dalam situasi sedemikian ini, Gereja amat tegas mengecam ajaran-ajaran maupun tindakan yang bertentangan dengan akal budi dan tindakan yang meruntuhkan martabat manusia. Gereja mengundang semua pihak, untuk menyadari sepenuhnya bahwa permasalahan sosial tidak sekedar urusan produksi ekonomis atau organisasi sosial dan yuridis semata, tetapi juga meliputi urusan nilai etika dan religius serta perubahan mentalitas, kebiasaan hidup maupun struktur sosial. Maka, semua pihak hendaknya berpartisipasi penuh dalam memberikan sumbangan kepada perbaikan.

Konkretnya, HAM harus dibela tidak hanya secara individual, tetapi sebagai keseluruhan. Karena HAM sepadan dengan martabat manusia dan mencakup pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hakiki pribadi secara jasmani dan rohani. Penegakan HAM adalah jaminan sejati terhadap penghormatan setiap hak individual. Yang sangat diperlukan ialah HAM perlu diakarkan dalam setiap kebudayaan dan profil yuridisnya diperkokoh. Sehingga HAM terjamin. (Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja, 154). Masyarakat adil menjadi kenyataan hanya apabila didasarkan pada penghormatan terhadap martabat pribadi manusia. Pribadi mewakili tujuan akhir masyarakat dan masyarakat diarahkan kepada setiap pribadi. (Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja, 132). (Surabaya Post, 13 Januari 2012).