Pages

Wednesday, July 11, 2012

Menghayati Ekaristi

Orang Katolik menghidupi, mendoakan dan merayakan seluruh rahasia keselamatan llahi dalam Liturgi Suci. Untuk semakin memperdalam pengetahuan dan praktek yang benar dalam berliturgi telah berlangsung katekese tentang Liturgi Ekaristi dan akan diadakan Konggres Ekaristi. Ini semua agar liturgi semakin dipraktekkan dan dihayati secara benar, sehingga rahmat keselamatan Kristus makin berbuah dan berlimpah. Beberapa hal yang penting dalam menghayati liturgi Ekaristi ialah persiapan, pewartaan Sabda, penghayatan akan kehadiran Tuhan dalam Sakramen Mahakudus dan penghayatan Ekaristi dalam keseharian.

Mempersiapkan

Ekaristi, tidak bisa dilepaskan dengan persiapan. Persiapan membuat mantap merayakan Ekaristi. Persiapan itu antara lain membaca Kitab Suci yang akan dijadikan bacaan pada hari tersebut. Hal ini dapat diketahui dari sabda atau sikap Yesus dalam perikop tersebut. Tentu dengan memperhatikan konteks kisah di mana Yesus menyampaikan sabda atau sikapNya. Bacaan Injil selalu dikaitkan dengan masa dalam penanggalan liturgi. Dalam hal ini, konteks Injil dan bagaimanana sabda Yesus dalam konteks tersebut, selalu dikaitkan dengan konteks sekarang berkenaan dengan tema tertentu dan apa pesan yang akan disampaikan dalam konteks sekarang.

Memang pewartaan sabda dalam Ekaristi selalu menjadi bagian yang terpenting, yang bisa direnungkan, dibawa pulang sebagai bekal dalam kehidupan, sebagai refleksi untuk menilai diri dalam menghayati menjadi pengikut Yesus, tawaran sekaligus tantangan untuk diwujudkan. Selain persiapan pewartaan sabda, tak kalah penting ialah persiapan fisik dan mental. Persiapan ini lebih berkenaan dengan menata agar seluruh jiwa dan raga pantas untuk mengikuti Ekaristi. Paling tidak ada kesempatan untuk hening sejenak. Kesempatan hening dalam doa yang singkat, menjadi kesempatan memohon kepada Tuhan agar Ekaristi yang akan dilakukan menjadi tanda kehadiran Tuhan.

Mendengarkan Sabda

Sabda Tuhan adalah sabda kebenaran dan kehidupan. Sabda Tuhan adalah kebenaran, meskipun terkadang tidak mudah dipahami, tidak mudah dijadikan pegangan, tidak mudah diwujudkan. Entah karena suasana hati saat itu, karena konteks ketika sabda itu dibawakan atau karena tawaran jaman yang seringkali bertentangan. Namun sabda Tuhan adalah kebenaran yang harus terus dimengerti secara perlahan, dikaitkan dengan suasana hati, konteks atau tawaran jaman sehingga pada akhirnya menjadi tawaran. Tawaran bagi mereka yang mau mengikuti jalan Tuhan. Inilah yang kemudian menjadi sabda yang menghidupkan. Tetap meyakini sabdaNya sekalipun tidak mudah memahami, menjadikannya sebagai pegangan dan pelan-pelan mewujudkan meskipun ada semacam banyak halangan. Justru di situ arti menghidupkan menjadi nyata, ketika tidak mudah, ketika ada halangan namun tetap selalu memohon campur tanganNya lewat doa.

Memang terkadang sabda Tuhan sungguh menjadi penghiburan yang memberi kekuatan, menjadi semangat untuk melangkah dalam kehidupan. Ada kalanya sabdaNya menjadi teguran, yang mengkritik diri sang pewarta dan pendegarnya kembali ke jalan yang benar dan memperbaiki diri sesuai dengan ajaranNya. Karena sabdaNya adalah kabar gembira, maka mewartakan sabdaNya adalah sebuah kesukaan besar. Tetap menaburkan sabda, meskipun terkadang seperti tidak ada hasilnya. Karena ibarat benih, sabda bisa jatuh ke tanah kering, tanah berbatu atau tanah yang subur. Dengan keyakinan, bahwa di antara sabda yang ditabur adalah benih yang niscaya ada yang jatuh di tanah subur, meskipun mungkin hanya satu, sedikit atau tidak kelihatan.

Mengalami Kehadiran

Kesempatan liturgi ekaristi ialah, kesempatan yang terasa sangat dekat denganNya. Ia dikenangkan, dihadirkan kembali dan dijadikan korban yang memberi hidup. Yesus sendiri telah berpesan, lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku. Ritual yang dilakukan Yesus seharusnya memberi inspirasi. Karena pada saat perjamuan terakhir Ia mengungkapkan kesatuan dalam persekutuan bersama para murid. Perjamuan merupakan saat yang sungguh sangat dekat untuk terus dan kembali bersatu dengan Yesus.

Dalam persatuan itu, Yesus mengungkapkan pentingnya saling melayani dengan membasuh kaki. Tidak hanya itu, persekutuan itu juga menekankan pentingnya, rela berkorban, bahkan mengorbankan diri untuk sesama. Ketika menghadirkan kembali korban Yesus yang satu dan sama, mengingatkan kembali bahwa demikianlah seharusnya, ialah saling melayani dan mengorbankan diri sebagaimana yang diajarkan Yesus. Yang seharusnya tidak cukup disambut dengan memandang atau menunduk hormat, tetapi setuju dan siap melakukan simbolisasi itu dalam kehidupan nyata sehingga tercipta persekutuan kasih yang sesungguhnya. Kehadiran Yesus sungguh nyata dalam Ekaristi, tidak terbantahkan dalam imam. Kepercayaan akan daya Roh, yang akan menguduskan persembahan agar menjadi Tubuh dan Darah PuteraMu merupakan campur tangan Tuhan sendiri, melalui tangan seorang imam.

Dengan demikian roti dan anggur menjadi sarana bagi kehadiran Tuhan. Yesus yang hadir sungguh luar biasa, yang agung, kudus, yang Illahi hadir. Tetapi sekaligus memberikan diri, mengorbankan diri kepada manusia yang lemah ini, sungguh memberi semangat dan kekuatan bagi manusia yang merasa diri tak layak. Ia mau hadir untuk menyertai dan menguatkan manusia di tengah dunia. KehadiranNya dalam komuni suci, sungguh pengalaman yang melegakan, bagi mereka yang letih, lesu dan berbeban. Bagi mereka yang sakit, kehadiranNya menyembuhkan. Bagi mereka yang berdosa, tak pantas, kehadiranNya adalah sapaan yang hangat, tanpa penolakan. Sungguh, Sakramen Mahakudus ialah Allah yang mau bersolider hadir dalam suka duka kecemasan manusia. Allah yang bahkan rela mengorbankan diri, mau dipecah-pecah dan dibagi agar manusia selamat.

Menghayati dalam Keseharian

Yesus telah memberikan amanat dalam Perjamuan Malam terakhir, lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku. Ekaristi memang merupakan amanat Yesus untuk melaksanakan suatu perayaan liturgi. Namun tidak hanya itu, Ia juga memberi amanat untuk melakukan karya cinta kasih bagi sesama, sebagaimana diteladankanNya dengan cara simbolis membasuh kaki para murid. Ada keterkaitan utuh di antara, cultus dan caritas dari amanat Yesus. Ritus atau cultus yang dipahami dan dihayati dengan baik, menjadi sumber yang mengantar umat beriman mengamalkan kasih atau caritas, kepada sesama. Seringkali inilah yang tidak mudah dan sekaligus menjadi suatu tantangan. Perayaan ekaristi menjadi kesempatan yang indah dan agung tidak terbatas dalam ritual, tetapi perlu diwujudkan dalam hidup sosial. (dimuat pada buku: Ekaristi Sumber Dan Puncak, Iman Dan Imamatku, Konggres Ekaristi 2012 Keuskupan Surabaya)