Pages

Friday, September 14, 2012

Dosa Bertambah, Kasih Melimpah

Katekismus Gereja Katolik (KGK) mendefinisikan bahwa dosa adalah melawan Tuhan (KGK, 1850), namun secara bersamaan melawan akal budi, kebenaran dan hati nurani yang benar. (KGK, 1849). Dosa adalah melawan akal budi, karena hanya orang yang dapat menggunakan akal budi bertanggung jawab terhadap dosanya. Itulah sebabnya bahwa Sakramen Pengampunan dosa hanya dapat diterimakan kepada orang yang telah dibaptis dan mencapai usia yang dapat berfikir rasional.

Dengan akal budi, seharusnya kita memilih tujuan yang paling akhir, yaitu persatuan dengan Tuhan, namun kita sering dikaburkan dengan oleh pengaruh dunia ini, sehingga akal budi kita lebih banyak dipengaruhi dan didominasi oleh kedagingan. St. Paulus mengatakan pemberontakan keinginan daging melawan keinginan roh (lih. Gal 5:16-17,24; Ef 2:3).

Dosa adalah melawan kebenaran, karena kebenaran hanya ada pada Tuhan. Namun sering kita menganggap kejadian di dunia ini semuanya relatif, atau ibaratnya, tidak putih, tidak hitam, melainkan abu-abu. Karena kecendungan paham relativitas, maka kita tidak tahu lagi mana yang benar dan mana yang salah. Kebenaran adalah tetap dan tidak berubah, dan kebenaran sejati hanya dapat ditemukan dalam diri Yesus (Yoh 14:6).

Dosa melawan hati nurani yang benar. Hati nurani yang benar ditekankan oleh KGK, karena jaman sekarang ini, begitu sulit untuk membentuk hati nurani yang benar. Kalau kita mau berlaku jujur di dalam bisnis, kita digoda “jangan sok jujur”. Kalau di sekolah kita tidak nakal dan menyontek, kita akan dikatakan “sok saleh.” Seolah-olah sesuatu yang seharusnya benar, tidak boleh dipraktekkan. Dengan mentolelir kesalahan-kesalan kecil, maka hati nurani kita yang awalnya benar, yang diciptakan menurut gambaran Tuhan, menjadi tertutup dengan dosa, sehingga tidak murni lagi.

Dosa Melawan Kasih

Dosa menghancurkan relasi kasih kita dengan Tuhan, yaitu dengan menghancurkan prinsip vital kehidupan kita, yaitu kasih. Seperti 10 perintah Tuhan, dibagi menjadi dua, yaitu kasih kepada Tuhan dalam perintah 1-3, dan kasih kepada sesama dalam perintah 4-10, maka dosa juga mempunyai dua efek, yaitu: efek vertikal dan efek horisontal. Efek vertikal mempengaruhi hubungan kita dengan Tuhan, sedangkan efek horisontal mempengaruhi hubungan kita dengan sesama. Dapat dikatakan bahwa tidak ada dosa yang bersifat pribadi.

Dosa ibarat suatu penyakit yang begitu berbahaya. Salah satu penyembuhannya adalah dengan menerima sakramen pengakuan dosa. Di dalam Sakramen Pembaptisan, dosa asal dan seluruh dosa yang kita lakukan sebelum kita dibaptis, dihapuskan. Namun sebagai manusia, kita dapat jatuh lagi ke dalam dosa bahkan kita dapat jatuh ke dalam dosa yang berat. Dosa berat yang kita lakukan setelah Pembaptisan hanya dapat diampuni dengan menerima Sakramen Tobat (KGK, 1423-1424). Di dalam Sakramen inilah, kita juga bertemu dengan penyembuh, yaitu Yesus sendiri yang hadir di dalam diri imam. Untuk bertemu dengan Yesus di dalam Sakramen Pengampunan, diperlukan kerendahan hati dan penyesalan.

Kalau dosa berat adalah melawan kasih secara langsung, maka dosa ringan memperlemah kasih. Jadi dosa berat secara langsung menghancurkan kasih di dalam hati manusia, sehingga tidak mungkin Tuhan dapat bertahta di dalam hati manusia. Jika dosa tertentu membuat seseorang menyimpang terlalu jauh sampai mengaburkan dan berbelok dari tujuan akhir, maka itu adalah dosa berat.

Dosa seseorang disebut berat, ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: menyangkut kategori dosa yang tidak ringan, mengetahui bahwa itu adalah sesuatu yang salah, dan meskipun mengetahui itu salah, secara sadar memilih melakukan dosa tersebut. Dengan kata lain seseorang menempatkan dan memilih dengan sadar keinginan atau kesenangan pribadi di atas hukum Tuhan.

Rahmat Kasih

Di masa lalu, dengan adanya hukum Taurat, maka dosa bertambah banyak. Kalau ada hukum yang berkata, "Jangan melihat ke arah sana" maka kita akan melihat, justru ke arah yang terlarang. Demikianlah hakekat hukum peraturan tidak mengantar kuasa untuk mentaatinya.

Tetapi, Paulus menjelaskan, biarlah dosa bertambah banyak, karena pada saat itu kasih karunia menjadi berlimpah-limpah (Rom 5: 20-21). Ia  mengingatkan bahwa hukum Taurat telah membuat pelanggaran dan dosa menjadi semakin banyak. Kata pelanggaran dan dosa dipersonifikasikan untuk menjadikan kejahatan sebagai musuh yang nyata dan bukan sekadar teori. Kasih karunia menjadi berlimpah-limpah atau ada dalam jumlah yang lebih besar. Kasih karunia jauh lebih berkuasa daripada dosa. Sekalipun demikian pada saat orang-orang percaya menyaksikan kekuatan dahsyat dari dosa, mereka melupakan kebenaran

Dosa sebagai keinginan manusia menjadi sama dengan Tuhan telah mengakibatkan manusia melawan Tuhan. Manusia terseret ke dalam dosa, terancam maut dan kebinasaan kekal. Akan tetapi kasih dan kemurahan Tuhan tidak membiarkan manusia tetap dalam dosa dan maut. Yesus yang merendahkan diri, taat sempurna kepada Tuhan. PengorbananNya di kayu salib menjadi kekuatan yang menganugerahkan hidup bagi semua yang percaya kepadaNya.

Yesus telah mengalahkan kuasa iblis, dosa dan maut. Tetapi dalam kehidupan sebagai orang beriman, kita benar-benar mengalami dasyatnya pergumulan, kita harus menentukan pilihan yang tepat. Kita berada di antara dosa dan rahmat kasih Tuhan. Dalam pergumulan itu kita merasa tak kuat melawan dosa dan ingin menyerah saja. Justru dengan mengingat betapa besar korban kasih Kristus dan betapa kuat dahsyat kuasa anugerahNya, kita berusaha mengalahkan dosa. (Surabaya Post, 14 Sept 2012)