Doa
berarti mengangkat hati dan budi terarah kepada Tuhan, atau memohon hal-hal yang
baik kepadaNya sesuai dengan kehendakNya. Doa selalu merupakan rahmat Tuhan
untuk manusia. Doa Kristiani ialah relasi anak-anak Tuhan secara personal dan
hidup dengan Bapa mereka, bersama Yesus dan
Roh Kudus yang tinggal dalam hati umat.
Doa
lisan (vox, suara, vocalis, berbicara, bahasa Latin) adalah
bentuk doa dalam percakapan dengan Tuhan atau dengan para malaikat dan orang
kudus, yang diungkapkan dalam bentuk kata-kata atau simbol sebagai ekspresi. Secara
teknis, doa lisan melibatkan penggunaan beberapa rumus yang ditetapkan, karena
diasumsikan bahwa ketika seseorang berdoa, secara batin ia selalu menggunakan beberapa
kata yang mendalam. Sehingga perbedaan praktek doa batin dan doa lisan lebih
merupakan di mana penekanannya. (Fr.
John Hardon, Modern Catholic Dictionary)
Doa
lisan adalah doa yang telah dipersiapkan. Doa lisan merupakan bentuk komunikasi
langsung dan spontan kepada Tuhan. Sedangkan doa batin merupakan ungkapan yang
didominasi perasaan spontan tanpa persiapan. Dengan demikian, doa lisan adalah
doa dengan kata-kata yang menggabungkan raga dengan kedalaman doa batin.
Bahkan, doa yang paling dalam pun tidak lepas dari doa dengan kata-kata.
Tetapi, yang terpenting ialah ungkapan yang keluar merupakan penghayatan iman.
(Katekismus Gereja Katolik, 2702)
Doa lisan di kalangan umat
berkembang pada masa Perjanjian Lama dalam penyembahan kepada Tuhan yang
bersemayan di Tabut Perjanjian dan kemuIian kenisah. Umat beroda di bawah
bimbingan para gembala umat. Di antara mereka terdapat Daud, gembala yang
berdoa bagi umat. Doanya merupakan model untuk doa umat, karena mengungkapkan kepercayaan
akan janji Illahi. Suatu kepercayaan yang dipenuhi dengan cinta akan Tuhan yang
mahaesa.
Pada jaman para nabi, Elia dikenal
sebagai nabi dari semua nabi oleh mereka yang mencari wajah Tuhan. Di Gunung
Karmel, Elia mengajak agar umat kembali kepada iman. Kepada Tuhan, Elia berdoa:
”Jawablah aku, ya Tuhan, jawablah aku!” (1Raj 18:37).
Yesus juga berdoa. Ia
dikisahkan pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa dalam kesendirian, bahkan
pada malam hari. Yesus berdoa sebelum saat-saat pelaksanaan misiNya. Seluruh hidupNya merupakan doa karena Ia berada
dalam kesatuan cinta yang terus-menerus dengan Bapa.
Doa Yesus di Taman
Getsemani dan kata-kataNya yang terakhir di kayu salib mengungkapkan kedalaman
doa. Yesus menggenapi rencana Bapa dan memikul seluruh kecemasan umat manusia
dan semua doa permohonan dalam sejarah keselamatan. Ia mempersembahkan semuanya
kepada Bapa dan memberikan jawaban yang melampaui semua harapan, dengan
membangkitkanNya dari alam maut. (KGK, 2701)
Pada awal Kisah
Para Rasul, persekutuan umat
perdana di Yerusalem, melakukan doa.
Bentuk-bentuk doa yang terungkap dalam tulisan-tulisan Apostolik dan Kanonik
menjadi acuan bagi doa Kristiani. Doa Bapa
Kami disebut Tertullianus sebagai ringkasan dari seluruh Injil dan disebut St. Thomas Aquina sebagai
doa yang sempurna. Sedangkan kata-kata saat Kotbah di Bukit, melukiskan inti
seluruh Injil dalam bentuk doa.
Doa Bapa Kami yang menandakan
kelahiran baru anak-anak Tuhan ke dalam hidup Illhi, selalu diucapkan dalam Ekaristi.
Karena permohonan yang ada di dalamnya berdasarkan misteri penyelamatan yang
sudah dilaksanakan dan permohonan yang terpenuhi pada saat kedatangan Tuhan. Dengan demikian doa Bapa Kami, merupakan
pengajaran Yesus yang paling sempurna mengenai doa dengan kata-kata.
Selain
itu, Gereja memiliki doa yang dilakukan secara
teratur, ialah Perayaan
Ekaristi, liturgi dan ibadat harian. Inilah ungkapan doa lisan, selain doa meditasi
dan doa kontemplatif. Doa lisan, membawa dan mempersatukan jiwa dan raga
manusia mengarah kepada Tuhan untuk mengikuti teladan Yesus yang berdoa kepada
Bapa. Doa lisan diucapkan dengan mulut dengan rumus tertentu. Meskipun dalam
doa lisan itu spontan, siapapun yang mendoakan sebaiknya penuh penghayatan. Di
masa sekarang, umat kristiani sering membaca doa lisan, seperti doa Bapa Kami,
Salam Maria, Pengakuan Iman, doa permohonan atau penyesalan. Gereja mengatur
doa lisan yang sangat ketat bagi para imam dalam Perayaan Ekaristi, liturgi dan
ibadat harian.
Dalam
sejarah Perjanjian Lama, Perjanjian Baru sampai sekarang, doa lisan, digunakan
dan diperlukan oleh semua orang. Ketika mengucapkan atau membaca doa lisan,
seseorang hendaknya menghayati kata-kata yang diucapkan dengan penuh
kesungguhan. Doa lisan yang pendek, akan didengar oleh Tuhan, daripada doa
lisan yang panjang, yang diucapkan tanpa penghayatan. (KGK, 2700)
Dari
berbagai pengalaman doa yang ada, tampak bermacam ungkapan-ungkapan hidup doa. Tradisi
Kristiani mempunyai tiga bentuk untuk mengungkapkan dan menghayati doa: doa lisan,
doa meditasi dan doa kontemplatif. Satu hal yang menjadi ciri khas dan paling
penting ialah ketenangan hati yang terarah kepada Tuhan. Saat mengucapkan doa
lisan perlu ada jeda sejenak, untuk merenungkan makna doa dan kebenaran yang
terkandung di dalamnya dengan tenang.(KGK 2703)
Hal
yang sama hendaknya dilakukan ketika membacakan doa dari buku, sebaiknya
diucapkan dengan perlahan dan memberi kesempatan untuk merefleksikan sejenak
isi doa, hening meditasi sebentar serta merenungkan kata-kata doa yang menjadi
pengharapan. Jika seseorang membiasakan diri dengan doa lisan sedemikian ini, ia memberi kesempatan bagi
dirinya dan peserta doa lain untuk mendoakan doanya sendiri serta mendorong
pengungkapan doa batin yang membuat lebih dekat dengan Tuhan. Sebagaimana kutipan
dalam Kitab Mazmur, Tuhan itu dekat kepada semua orang yang berseru kepadaNya,
yang berseru kepadaNya dalam kebenaran. Ia memenuhi keinginan semua orang yang
takut akan Dia dan mendengar teriakan mereka. (Mzm 144:18-19). (F.X.Lasance, My Prayer Book) (Surabaya Pos, 27 Juli 2012)