Pages

Monday, August 13, 2012

Doa Lisan


Doa berarti mengangkat hati dan budi terarah kepada Tuhan, atau memohon hal-hal yang baik kepadaNya sesuai dengan kehendakNya. Doa selalu merupakan rahmat Tuhan untuk manusia. Doa Kristiani ialah relasi anak-anak Tuhan secara personal dan hidup dengan Bapa mereka,  bersama Yesus dan Roh Kudus yang tinggal dalam hati umat.

Doa lisan (vox, suara, vocalis, berbicara, bahasa Latin) adalah bentuk doa dalam percakapan dengan Tuhan atau dengan para malaikat dan orang kudus, yang diungkapkan dalam bentuk kata-kata atau simbol sebagai ekspresi. Secara teknis, doa lisan melibatkan penggunaan beberapa rumus yang ditetapkan, karena diasumsikan bahwa ketika seseorang berdoa, secara batin ia selalu menggunakan beberapa kata yang mendalam. Sehingga perbedaan praktek doa batin dan doa lisan lebih merupakan di mana penekanannya. (Fr. John Hardon, Modern Catholic Dictionary)

Doa lisan adalah doa yang telah dipersiapkan. Doa lisan merupakan bentuk komunikasi langsung dan spontan kepada Tuhan. Sedangkan doa batin merupakan ungkapan yang didominasi perasaan spontan tanpa persiapan. Dengan demikian, doa lisan adalah doa dengan kata-kata yang menggabungkan raga dengan kedalaman doa batin. Bahkan, doa yang paling dalam pun tidak lepas dari doa dengan kata-kata. Tetapi, yang terpenting ialah ungkapan yang keluar merupakan penghayatan iman. (Katekismus Gereja Katolik, 2702)

Doa lisan di kalangan umat berkembang pada masa Perjanjian Lama dalam penyembahan kepada Tuhan yang bersemayan di Tabut Perjanjian dan kemuIian kenisah. Umat beroda di bawah bimbingan para gembala umat. Di antara mereka terdapat Daud, gembala yang berdoa bagi umat. Doanya merupakan model untuk doa umat, karena mengungkapkan kepercayaan akan janji Illahi. Suatu kepercayaan yang dipenuhi dengan cinta akan Tuhan yang mahaesa.

Pada jaman para nabi, Elia dikenal sebagai nabi dari semua nabi oleh mereka yang mencari wajah Tuhan. Di Gunung Karmel, Elia mengajak agar umat kembali kepada iman. Kepada Tuhan, Elia berdoa: ”Jawablah aku, ya Tuhan, jawablah aku!” (1Raj 18:37).

Yesus juga berdoa. Ia dikisahkan pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa dalam kesendirian, bahkan pada malam hari. Yesus berdoa sebelum saat-saat pelaksanaan misiNya.  Seluruh hidupNya merupakan doa karena Ia berada dalam kesatuan cinta yang terus-menerus dengan Bapa.

Doa Yesus di Taman Getsemani dan kata-kataNya yang terakhir di kayu salib mengungkapkan kedalaman doa. Yesus menggenapi rencana Bapa dan memikul seluruh kecemasan umat manusia dan semua doa permohonan dalam sejarah keselamatan. Ia mempersembahkan semuanya kepada Bapa dan memberikan jawaban yang melampaui semua harapan, dengan membangkitkanNya dari alam maut. (KGK, 2701)

Pada awal Kisah Para Rasul,  persekutuan umat perdana  di Yerusalem, melakukan doa. Bentuk-bentuk doa yang terungkap dalam tulisan-tulisan Apostolik dan Kanonik menjadi acuan bagi doa Kristiani.  Doa Bapa Kami disebut Tertullianus sebagai ringkasan dari seluruh Injil dan disebut St. Thomas Aquina sebagai doa yang sempurna. Sedangkan kata-kata saat Kotbah di Bukit, melukiskan inti seluruh Injil dalam bentuk doa.

Doa Bapa Kami yang menandakan kelahiran baru anak-anak Tuhan ke dalam hidup Illhi, selalu diucapkan dalam Ekaristi. Karena permohonan yang ada di dalamnya berdasarkan misteri penyelamatan yang sudah dilaksanakan dan permohonan yang terpenuhi pada saat kedatangan Tuhan. Dengan demikian doa Bapa Kami, merupakan pengajaran Yesus yang paling sempurna mengenai doa dengan kata-kata.

Selain itu, ​​Gereja memiliki doa yang dilakukan secara teratur, ialah Perayaan Ekaristi, liturgi dan ibadat harian. Inilah ungkapan doa lisan, selain  doa meditasi dan doa kontemplatif. Doa lisan, membawa dan mempersatukan jiwa dan raga manusia mengarah kepada Tuhan untuk mengikuti teladan Yesus yang berdoa kepada Bapa. Doa lisan diucapkan dengan mulut dengan rumus tertentu. Meskipun dalam doa lisan itu spontan, siapapun yang mendoakan sebaiknya penuh penghayatan. Di masa sekarang, umat kristiani sering membaca doa lisan, seperti doa Bapa Kami, Salam Maria, Pengakuan Iman, doa permohonan atau penyesalan. Gereja mengatur doa lisan yang sangat ketat bagi para imam dalam Perayaan Ekaristi, liturgi dan ibadat harian.

Dalam sejarah Perjanjian Lama, Perjanjian Baru sampai sekarang, doa lisan, digunakan dan diperlukan oleh semua orang. Ketika mengucapkan atau membaca doa lisan, seseorang hendaknya menghayati kata-kata yang diucapkan dengan penuh kesungguhan. Doa lisan yang pendek, akan didengar oleh Tuhan, daripada doa lisan yang panjang, yang diucapkan tanpa penghayatan. (KGK, 2700)

Dari berbagai pengalaman doa yang ada, tampak bermacam ungkapan-ungkapan hidup doa. Tradisi Kristiani mempunyai tiga bentuk untuk mengungkapkan dan menghayati doa: doa lisan, doa meditasi dan doa kontemplatif. Satu hal yang menjadi ciri khas dan paling penting ialah ketenangan hati yang terarah kepada Tuhan. Saat mengucapkan doa lisan perlu ada jeda sejenak, untuk merenungkan makna doa dan kebenaran yang terkandung di dalamnya dengan tenang.(KGK 2703)

Hal yang sama hendaknya dilakukan ketika membacakan doa dari buku, sebaiknya diucapkan dengan perlahan dan memberi kesempatan untuk merefleksikan sejenak isi doa, hening meditasi sebentar serta merenungkan kata-kata doa yang menjadi pengharapan. Jika seseorang membiasakan diri dengan doa lisan  sedemikian ini, ia memberi kesempatan bagi dirinya dan peserta doa lain untuk mendoakan doanya sendiri serta mendorong pengungkapan doa batin yang membuat lebih dekat dengan Tuhan. Sebagaimana kutipan dalam Kitab Mazmur, Tuhan itu dekat kepada semua orang yang berseru kepadaNya, yang berseru kepadaNya dalam kebenaran. Ia memenuhi keinginan semua orang yang takut akan Dia dan mendengar teriakan mereka. (Mzm 144:18-19). (F.X.Lasance, My Prayer Book) (Surabaya Pos, 27 Juli 2012)