Sebelum
Natal saya ditemui oleh seorang perempuan muda. Ia seorang mahasiswi salah satu
perguruan tinggi. Ia menceritakan kisah pedih yang dialami. Sambil menangis, ia
mengatakan bahwa merasa sangat berdosa. Singkat kata, ia telah mengandung ketika
belum siap. Ketika mendapat kepastian kabar tersebut dari dokter, seketika ia
merasa masa depannya hancur. Saat itu ia menangis, memikirkan bagaimana menyampaikan kabar
itu kepada orang-orang dekat. Sempat ia mengutarakan pada kekasihnya, tetapi
apa daya. Kekasihnya marah besar, mengatakan bodoh dan tidak mau bertanggung
jawab. Lebih parah lagi, kekasihnya menyarankan menggugurkan saja bayi dalam
kandungan. Bagai tersambar petir di siang bolong. Sungguh serasa teriris
hatinya. Ketika orang tua mengetahui hal itu, murkalah mereka. Marah, malu dan
sedih. Namun dalam lubuk hati terdalam, ia tetap ingin melahirkan anak itu. Ia
tidak mau terbeban dosa lagi dan lagi.
Dalam
kepedihan, ia tetap mau melahirkan anak yang dikandungnya. Meskipun tanpa
seorang suami yang mendampingi. Hanya orang tua yang menemani dengan berat hati.
Memang semua harus terjadi. Tak ada yang tahu, peristiwa itu menjadi rahasia.
Sampai akhirnya demi menjaga nama baik diri dan keluarga, anak itu harus
dititipkan ke sebuah panti asuhan. Orang tuanya mengatakan ia harus
mengiklaskan. Semua demi kebaikan, agar ia tetap bisa meneruskan kuliah tanpa harus
direpotkan.
Setahun
sudah peristiwa itu berjalan. Setiap hari dijalani dengan berusaha tegar. Ia
selalu terkenang buah hati yang seharusnya mendapatkan kasih sayang. Tetapi terpaksa
jauh dari pelukan. Ia kerap terjaga dalam malam, mengingat anak yang sebenarnya
sangat dirindukan. Namun harus terpisahkan.
Tak
mudah mengalami kejadian demikian. Betapa pahit ditinggalkan, ditolak tanpa
dihargai sebagai manusia juga oleh orang-orang dekatnya. Betapa tersayat
perasaan, ketika mendengar agar ia harus melakukan pengguguran. Betapa pedih,
mendengar orang tua marah, malu dan harus menanggung beban.
Bukankah
ini yang diam-diam dialami perempuan sederhana bernama Maria. Ketika mendengar
kabar malaikat ia harus mengandung. Tentu perasaannya tidak karuan. Bingung,
gelap dan tak berdaya. Membayangkan sanksi sosial jika orang lain mengetahui
kabar itu, padahal ia belum bersuami. Ketika mendengar kabar pemerintahan kaisar
Agustus mengadakan sensus, Maria harus menempuh perjalanan jauh dari Nazareth ke Betlehem sekitar 80 atau 90 mil atau
sekitar 130 km. Perjalanan iman yang melelahkan, sarat beban perasaan dan
tantangan. Pula ketika hendak melahirkan, tidak ada tempat yang pantas. Sungguh
pengalaman yang pedih, melahirkan di sebuah kandang domba sederhana. Belum lagi
ancaman dari Raja Herodes, bahwa anak-anak yang lahir akan dibunuh. Namun Maria
menjalani semua itu dengan penuh iman.
Diam-diam
saya salut kepada keberanian perempuan muda itu, sebagaimana kagum kepada Maria. Mereka adalah
perempuan-perempuan hebat. Perempuan yang penuh kasih sayang. Perempuan yang
sungguh membela kehidupan. Tak rela anugerah hidup dari Tuhan berupa jabang
bayi ditolak dari diri mereka. Tetap memutuskan melahirkan, ketika ada ajakan
untuk menggugurkan. Memilih menanggung beban berat dengan penuh kepasrahan,
sekalipun banyak tantangan yang menghadang.
Inilah
pilihan membela kehidupan, ketika hidup kerap kali justru dihancurkan. Martabat
manusia dilecehkan dan direndahkan. Mereka tetap memilih mengutamakan kasih
sekalipun dunia anti kasih, tak peduli, meninggalkan, marah atau malu. Mereka
mengambil pilihan menanggung beban sekalipun berat. Dalam kehidupan mereka, iman
tampak begitu luar biasa. Di tengah pengalaman yang sangat pahit, mereka
mewartakan kabar keselamatan. Keselamatan bayi yang mereka kandung.
Inilah
pesan Natal, mari kita menghargai hidup dan kehidupan. Kita bersyukur atas
anugerah hidup yang diberikan Tuhan. Kita boleh mengalami kasih sayang dari
Tuhan melalui orang tua, melalui siapa saja yang berbuat baik kepada kita.
Karena mereka, kita bisa hidup, mendapat kasih sayang dan kecukupan. Karena itu
mari kita menghargai hidup manusia, siapapun mereka. Bahkan sekalipun mereka
miskin atau berbeda dengan kita. Natal mengajarkan untuk mengasihi sesama dalam
tindakan nyata.
Dalam
diri perempuan itu, dalam diri Maria, kita menyaksikan kasih Allah itu nyata.
Mereka memberikan kesaksian tentang kasih yang membawa keselamatan. Allah mengasihi
manusia. Allah juga mengasihi orang benar maupun orang jahat. Siapapun tidak
lepas dari kasihNya. Jika kita mengutamakan kasih, bahkan ketika menghadapi
tantangan, kesulitan, ditinggalkan, ditolak atau dibenci, berarti kita mewartakan kabar keselamatan. Selamat
Natal 2012 dan Tahun Baru 2013. (dimuat di Majalah mahasiswa Katolik, Bandung)