Pages

Saturday, February 05, 2000

Antara Marxisme Dan Komunisme


Karl Marx adalah seorang Jerman kelahiran Trier yang semasa muda terlibat dalam berbagai kegiatan revolusioner. Pemikiran Marx dipengaruhi situasi jamannya. Saat itu keadaan kaum buruh pabrik amat buruk. Mereka bekerja dalam waktu yang lama, tidak mendapat upah yang layak dan tidak memperoleh jaminan pemenuhan hak. Marx berpikir bahwa situasi itu amat tidak manusiawi karena manusia mengalami keterasingan.

Situasi kesenjangan tersebut mengarahkan Marx pada pemikiran tentang adanya dua kelas dalam masyarakat, yaitu kelas atas dan kelas bawah. Kelas atas ialah mereka yang memiliki pabrik atau tanah. Kelas bawah ialah para buruh yang miskin.

Kedua kelas itu sebenarnya saling membutuhkan. Tetapi ketergantungan itu tidak seimbang. Kelas bawah tidak dapat hidup tanpa adanya pekerjaan yang disediakan oleh kelas atas. Maka, kelas bawah terpaksa menerima upah minimal dan berbagai syarat kerja yang menindas. Dalam keadaan demikian, kelas atas menguasai kelas bawah dan memperoleh keuntungan dari kerja keras kelas bawah.

Lebih lanjut Karl Marx menunjukkan bahwa situasi ketidakadilan didukung oleh negara. Negara secara hakiki merupakan negara kelas yang dipengaruhi oleh kelas yang menguasai bidang ekonomi. Negara hanya dijadikan alat oleh para penguasa ekonomi untuk melanggengkan penindasannya terhadap kaum buruh. Akibatnya, negara gagal mengatasi perselisihan-perselisihan dan gagal mewujudkan kesejahteraan umum.

Selain itu, Marx melihat agama juga mendukung penindasan kelas atas terhadap kelas bawah. Agama dilihat Marx sebagai candu yang memberi kepuasan semu kepada rakyat miskin. Agama yang mengajarkan kesalehan membuat rakyat miskin lupa untuk memperjuangkan perbaikan nasib dan membuat kaum miskin pasrah menerima penindasan. Dalam situasi demikian kelas atas yang menuai keuntungan.

Marx menyebutkan bahwa pertentangan antara kedua kelas tersebut akan memuncak. Ini terjadi karena kelas pemilik pabrik berusaha mengusahakan keuntungan semaksimal mungkin dengan menekan upah dan menindas kaum buruh, agar dapat mempertahankan diri dalam persaingan bebas. Sementara itu, kelas buruh berusaha mendapatkan upah sebaik mungkin, mengurangi jam kerja dan bahkan berkeinginan mengambil alih pabrik dari kelas pemilik. Kedua kelas berusaha mempertahankan posisi masing-masing. Akhirnya diyakini bahwa perjuangan kelas itu akan terjadi dengan jalan kekerasan, melalui revolusi.

Pemikiran Marx kemudian diteruskan oleh Vladimir Ilyic Lenin (1879-1924). Dengan mendasarkan diri pada ajaran Marx, Lenin mengajarkan Marxisme-Leninisme, sebagai ideology para komunis. Komunisme yang dimaksud ialah sebuah gerakan revolusioner politik. Ia berhasil merebut kekuasaan di Rusia dan mendirikan negara komunis dalam peristiwa Revolusi Oktober.

Lenin bertolak dari anggapan bahwa kaum buruh tidak memiliki kesadaran revolusioner. Karena kaum buruh hanya memikirkan upah, pengurangan waktu kerja dan perlakuan yang pantas. Maka, Lenin mengusulkan dibenruknya partai komunis. Tujuan partai itu menumbuhkan kesadaran revolusioner dan merancang gerakan revolusi. Jika kekuasaan telah direbut, maka kekuasaan yang baru didasarkan pada sebuah ideologi diktatorial perjuangan dan kekuasaan partai komunis, yaitu Marxisme –Leninisme. Benmtuknya berupa sistem kekuasaan dictatorial yang dahsyat, kejam dan totaliter.

Menilai Marxisme dan Komunisme

Jika dilihat secara obyektif, kedua paham tersebut sebenarnya memiliki unsur positif maupun unsur negarif. Unsur positif yang dapat diambil ialah, Marx sebenarnya memiliki keprihatinan manusiawi. Ia prihatin dengan situasi kaum buruh yang mengalami ketidakadilan. Ia juga memberikan pencerahan bahwa mereka harus keluar dari situasi ketidakadilan dan bahwa mereka memiliki hak untuk memperbaiki situasi. Inspirasi Marx menyadarkan mereka pada hak untuk mendapatkan upah yang adil, untuk ikut menentukan kebijaksanaan di tempat kerja serta untuk mendapatkan perlakuan yang adil.

Lebih lanjut, Marx secara kritis menyadarkan adanya pemanfaatan nilai-nilai luhur untuk melanggengkan pemiskinan rakyat. Marx juga menggagas pembongkaran terhadap segala tatanan yang cenderung menindas rakyat miskin yang justru bertopeng “demi kesejahteraan dan kemakmuran”.

Maka dapat dikatakan bahwa Marx sebenarnya seorang humanis. Hal ini tampak dari ajarannya yang sesungguhnya berorientasi pada pemulihan manusia sebagai mahluk sosial dan natural, pembebasan manusia dari aneka kekuatan yang menjadikannya sekedar komoditi dan mendongkrak segala ideology yang menyembunyikan dan membenarkan tatanan-tatanan kekuasaan yang menindas manusia.

Unsur negative kedua paham tersebut tampak semakin jelas sebagai akibat penerimaan yang fanatis dengan mengabaikan konteks dan latar belakang pemikiran penggagasnya. Beberapa unsure negative kedua paham tersebut antara lain ialah, gagasan perjuangan kelas yang dilandasi kebencian dan bertujuan menghancurkan kelas pemilik. Cara-cara kekerasan dan revolusi sesungguhnya bukan cara pertama dan utama. Sebab, masih ada cara lin untuk memperjuangkan keadilan bagi kaum buruh. Misalnya dengan mendirikan serikat buruh atau alternatif lain yang bercorak anti kekerasan dan mengutamakan jalan damai. Lagipula revolusi yang membongkar tatanan yang adil. Itu hanya harapan utopis, jika dibandingkan dengan cara sedikit demi sedikit berupaya mengurangi pendasan.

Pandangan Marx tentang agama yang dianggapnya sekedar pendukung kekuasaan kelas atas sesungguhnya amat situasional dan tidak mutlak benar. Memang kerap agama membuat orang lupa akan ketidakadilan dengan kebahagiaan di akhirat. Akan tetapi agama juga memiliki kecenderungan untuk memihak pada yang lemah dan mendukung setiap pertentangan yang kuat dan kuasa demi memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Pandangan komunisme yang negative ialah kehendak untuk memaksakan ideologi. Pemaksaan ideology ateis dilakukan secara paksa oleh penguasa politik yang berhasil mengambil alih kekuasaan. Bagaimanapun pemaksaan ideologi tertentu merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Selain itu, ajaran bahwa partai komunis yang berhasil merebut kekuasaan dapat melaksanakan kekyasaan dictatorial, tidak dapat diterima. Kekuasaan mutlak yang memaksakan kehendaknya selalu bertentangan dengan martabat dan hak asasi manusia yang luhur.

Simpulan

Marxisme dan Komunisme telah memberikan pelajaran berharga dalam lingkup pemikiran manusia. Unsur positif Marxisme tentang keprihatinan terhadap manusia telah memberi pencerahan agar pemuliaan harkat dan martabat yang luhur senantiasa diperjuangkan. Manusia diharapkan selalu memiliki kesadaran kristis terhadap segala struktur yang melingkunginya. Dalam rangka mengusahakan keadilan, bagaimanapun tujuan yang baik harus disertai dengan cara yang baik. Tanpa pemahaman seperti itu, niat dan usaha pemerdekaan manusia dari ketidakadilan hanyalah omong kosong belaka.

Kedua paham tersebut secara tidak langsung memberikan tantangan terhadap keberadaan negara dan agama. Negara diharapkan netral untuk mengusahakan kesejahteraan bagi seluruh lapisan warganya. Maka, negara harus meninggalkan segala ideologi hegemonis yang menyengsarakan rakyat. Agama diharapkan senantiasa mengutamakan keberpihakannya kepada yang tertindas.

Patut dicatat bahwa beberapa ramalan Marx tentang perjuangan kelas bawah ternyata meleset. Kaum buruh berhasil melaksanakan perubahan-perubahan dalam struktur kekuasaan secara damai dan kaum pemiliki semakin memperhatikan kepentingan kaum buruh. Sementara sejak tahun 1989 hingga 1991, negara Polandia, Bulgaria, Jerman Timur, Cekoslowakia dan Rusia, meninggalkan kekuasaan dikatatorialnya. Fakta ini bukan berarti terkuburnya ajaran Marx atau memunculkan sikap untuk menjauhi pemikiran Marx. Karena, ajaran Marx tetap dapat dipilah dan ditemukan sisi humanisnya. Demikian pula, orang-orang yang menerima pemikiran Marx harus senantiasa berintrospeksi agar tidak menyeleweng jauh dari inti ajaran Marx yang humanis. Langkah yang tepat ialah kembali kepada ajaran Marx asli yang humanis.

Akhirnya, dengan budi yang jernih, segala pemikiran dari Karl Marx dapatlah dijadikan acuan untuk mengusahakan kesejahteraan rakyat. Dan pemikirannya yang negatif harus ditinggalkan dan ditinggalkan. (Forum STFT, No. 21, Th. XXVIII, 2000)