Pages

Friday, November 11, 2011

Mengendalikan Keinginan, Mencegah Ketamakan

Bulan Oktober lalu terjadi protes global di beberapa kota di Amerika yang kemudian menyebar ke berbagai kota di beberapa negara. Protes itu merupakan gerakan Anti Wall Street yang mengecam ketamakan dan keserakahan kapitalisme dan korporasi global. Gerakan ini bermula dari protes atas penyitaan rumah-rumah dari kredit pinjaman rumah di Amerika yang dikenal sebagai subprime mortgage. Para penghuni tidak sanggup membayar karena mahalnya biaya kredit per bulan. Di Spanyol, ratusan rumah tangga terpaksa kehilangan tempat tinggal, karena penghuni tak sanggup membayar cicilan kredit. Namun pengembang tetap menaikkan cicilan per bulan, demi mengambil keuntungan.

Dalam seminar bertema meluruskan jalan reformasi, Ahmad Syafii Maarif pernah mengritik dengan keras maraknya politik uang yang benar-benar riil dan merata dalam kehidupan. Uang begitu berkuasa hingga dapat meluluhlantakkan tatanan konstitusi, undang-undang dan segala peraturan. Akibatnya, pemerintahan yang baik dan bersih tidak terwujud. Ia sampai pada kesimpulan dengan mengatakan bahwa kerusakan ini telah hampir sempurna.

Hal ini merupakan trend sekarang ialah perburuan rente (rent-seeking) atau perburuan bunga uang / riba. Perburuan rente ekonomi pada kenyataannya tumbuh subur tidak hanya di ranah ekonomi, bahkan ranah politik. Perburuan rente merupakan usaha untuk mendapatkan rente dengan memanipulasi lingkungan ekonomi, sosial atau politik di mana kegiatan ekonomi terjadi, tidak dengan menambahkan nilai. Hal ini merupakan ketamakan dan keserakahan yang menyebabkan kemiskinan. Ada prediksi trend tersebut mengakibatkan suatu fenomena sosial yang dikenal dengan masyarakat 20:80. Di mana 20 persen dari penduduk bumi mengendalikan roda perekonomian, sementara sisa 80 persen adalah mereka yang miskin, tanpa pekerjaan. Bentuknya berupa jutaan penganggur, ketidakpastian kerja dan jurang yang makin lebar antara yang miskin dan yang kaya. Globalisasi telah membuat dunia lepas kendali, ambruk dan bahkan meretakkan hubungan harmonis dalam komunitas dan keluarga.

Sepuluh Perintah Allah telah menyerukan, “Jangan mengingini rumah sesamamu, jangan mengingini isterinya atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan atau lembunya atau keledainya atau apapun yang dipunyai sesamamu.” (Kel 20:17). Kata-kata jangan mengingini, berbeda dengan perintah lain yang berfokus pada tindakan lahiriah. Perintah ini berfokus pada keinginan hati manusia. Hal ini merupakan tuntutan untuk menentang keinginan terhadap hal-hal yang dilarang. Perintah ini melarang keinginan untuk memiliki barang-barang milik orang lain secara tidak adil, melarang perzinahan dan melarang mencuri.

Kitab Ulangan mengungkapkan peringatan dan konsekuensi negatif dari mengingini, nafsu atau iri hati. Tuhan memerintahkan umat supaya tidak mengingini perak atau emas dari berhala, karena dapat mengakibatkan kekejian di dalam rumah tangga. Kitab Amsal memperingatkan tentang bahaya mengingini, termasuk mengingini dalam bentuk nafsu seksual. Nabi Mikha mengutuk mendambakan rumah milik orang lain, sebagai peringatan terhadap nafsu, setelah seseorang memutuskan untuk mengingini harta fisik.

Yesus menafsirkan isi perintah tersebut sebagai isu untuk lebih mengendalikan keinginan hati yang bukan sekedar melarang tindakan lahiriah. Perintah untuk tidak mengingini, dipandang sebagai konsekuensi dari perintah untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri. Larangan untuk tidak menginginkan hal yang dilarang itu merupakan kewajiban moral bagi individu untuk melakukan kontrol atas pikiran dan keinginan hati. Yesus memperingatkan untuk mengendalikan keinginan hati dari ketamakan dan keserakahan. Karena kehidupan seseorang tidak diukur dari kelimpahan harta. Yesus menggambarkan dosa, sebagai sesuatu yang berasal dari luar keinginan hati yang sejati.

Inilah yang ditekankan, bahwa syukur dan kecukupan merupakan sikap hati yang tepat, dibandingkan ketamakan dan keserakahan. Yohanes menyerukan agar seseorang mau berbagi dengan yang tidak punya, tidak menagih lebih banyak dari yang telah ditentukan dan tidak merampas dan memeras, namun mencukupkan diri dengan gaji. Paulus mengingatkan tentang ibadah yang disertai rasa syukur, akan memberi keuntungan besar. Tetapi mereka yang ingin kaya akan jatuh dalam pencobaan, dalam jerat dan nafsu yang hampa, yang mencelakakan dan yang menenggelamkan manusia dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang.

Ketamakan dan keserakahan hanya dapat diatasi dengan mengendalikan keinginan hati. Keinginan yang tamak dan serakah begitu merusak, karena selalu ingin memuaskan kebutuhan dasar secara terus-menerus, bahkan melampaui batas akal budi dan mendorong untuk mengingini, secara tidak adil. Yesus mengajar para murid lebih memilih mengikutiNya dengan meninggalkan semua harta dan membagikan kepada orang yang miskin. Yesus memberi teladan iman yang setia bahkan rela menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya, dengan menyerahkan diri dipimpin oleh Roh Kudus dan mengikuti keinginan Roh Kudus. Yesus memberikan contoh janda miskin yang memberi dari kemiskinannya. Karena sesungguhnya, keinginan untuk mendapatkan kepuasan, kecukupan, kepenuhan atau kebahagiaan sejati, hanya ditemukan jika seseorang mencari, menemukan, menyerahkan diri dan dekat pada Tuhan. (Surabaya Post, 11 November 2011).